Mujizat Hukum Waris
Posted by حَنِيفًا on July 14, 2012
Assalamu’alaikum,
Al Qur’an adalah rahmatan lil ‘alamin, oleh karena itu saya pribadi mengajak rekan-rekan untuk riung rembug mencicipi kehebatan firman Allah subhanahu wa ta’ala (mukjizat) yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w. Saya haqul dan ‘ainul yakin bahwa kehebatan hitungan hukum waris menurut Al Qur’an sudah dirasakan oleh sebagian umat Islam, baik yang disadari maupun secara tidak sadar, sebagai contohnya banyak kalangan umat Islam menghitung “harta waris” berdasarkan buku KOMPILASI HUKUM KEWARISAN, Penulis: Prof. H. Idris Djakfar, SH., Taufik Yahya, SH., MH., Penerbit PT Dunia Pustaka Jaya, Jakarta, 1995, Cetakan I, silahken baca disini.
Ibu mendapat 1/6 bagian karena ada anak. Sementara janda mendapat bagian 1/8 karena ada anak. Sedang bagian anak laki-laki dan bagian anak perempuan adalah 2 : 1.
Bagian Ibu = 1/6 x Rp 500.000 = Rp 83.333
Bagian Janda = 1/8 x Rp 500.000 = Rp 62.500
Rp 500.000 – Rp 83.333 – Rp 62.500 = Rp 354.167.
Bagian anak laki-kali = Rp 236.111
Bagian anak perempuan = Rp 118.056.@Haniifa say:
Perhatikan Laki-laki betul tepat 2x Perempuan, tetapi bagi Ibu dan Janda ternyata tidak tepat / bulat 😀Total Warisan Rp. 500.000
Bagian Ibu = Rp 80.000
Bagian Janda = Rp 60.000
Bagian anak laki-kali = Rp 240.000
Bagian anak perempuan = Rp. 120.000
..
Cek & Recek:
Bagian anak laki-laki ½ harta Waris = 240.000 => Bagian laki-laki (BL)
Bagian anak perempuan BL : 2 = 120.000
Bagian Ibu (Nenek dari anak) adalah :
=> BL : 1/6 = 1/2 : 1/6
=> 2 : 6
Jadi 1/3 x BL = 1/3 x 240.000 = 80.000
Bagian Janda (Ibu dari anak) adalah :
=> BL : 1/8 = 1/2 : 1/8
=> 2 : 8
Jadi 1/6 x BL => 1/4 x 240.000 = 60.000
Subhanallah !!!
Jujur saja, mengenai perhitungan waris didalam Al Qur’an ini banyak kalangan mencemoohkan bahkan cenderung menganggap sepele sehingga menjadi lahan yang subur bagi penghujat Al Qur’an, misalnya tentang Hukum Aul (penyesuaian) yang sebenarnya buatan kaum Yahudi dan Nashrani yang meng otak-atik gathuk cara matematis bagi waris, singkat kata seolah-olah benar dan hasilnya outputnya memang benar pada point ini dijadikan landasan dasar bagi para penghujat bahwa ilmu hitung Al Qur’an lebih rendah dari ilmu hitung produk manusia.
_______.:: Begin ::._______
Case 1:
Diambil dari @Mis Adm2i2h : Hukum Waris: Auwloh Matematikanya Jeblok!
HUKUM WARISAN:
Siapa yang Mengajar Auwloh Berhitung?
Oleh Ali Sina
Satu kesalahan hitungan yang paling jelas dalam Qur’an dapat ditemukan dalam penjelasan tentang harta warisan. Hukum warisan tersebar di beberapa Sura, seperti misalnya di Al-Baqarah (2), Al-Maidah (5) dan Al-Anfal (8 ). Tapi keterangan menyeluruh tentang hukum-hukum ini dijabarkan di Surah Nisa (4).
Walaupun pancaindera mereka sehat mereka dipandang tuli, bisu dan butaoleh karena tidak dapat menerima kebenaran. Coba perhatikan kata-kata yang saya beri warna biru , jelas dikatakan sebagai BAGI-an (devide) bukan TAMBAH-an (add)
Q 4:11
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta. Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembagian-pembagian tersebut di atas) sesudah dipenuhi wasiat yang ia buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa di antara mereka yang lebih dekat (banyak) manfa’atnya bagimu. Ini adalah ketetapan dari Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Q 4: 12
Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) seduah dibayar hutangnya. Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. Tetapi jika saudara-saudara seibu itu lebih dari seorang, maka mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat olehnya atau sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudharat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syari’at yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.
Q 4:176
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu) : jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.
Meskipun tertera perkataan “Allah menerangkan”, ternyata hukum ini jauh dari terang.
Al QUr’an sudah sangat jelas perhitungannya di BAGIkan (:) bukan ditambah-tambahkan (+).
Ingat Hukum waris dalam Al Qur’an diutamakan kepada ANAK KETURUNAN baru kemudian kepada yang lain yang masih ada pertalian darah (genetik).
Sebagaimana kebutaan Mr. Ali Sina, yang menyatakan 1/2 bahagian anak perempuan setara dengan 1/2 bahagian saudara perempuan (Bibi or Aunt). Padahal sudah sangat jelas Objek dan Subjek berbeda.
Ayat 4:11 mengatakan jika seorang pria hanya mempunyai seorang anak perempuan, maka anak perempuan itu mendapatkan separuh harta warisan. Tapi karena ayat yang sama berkata bahwa porsi warisan anak laki dua kali besarnya daripada anak perempuan, maka ini berarti saudara lakinya mewarisi seluruh warisan. Bukankah ini membingungkan? Jelas ada yang salah dalam hukum ini. Kesalahan ini akan semakin banyak dijumpai dalam pembagian warisan di mana pihak orangtua dan istri-istri diikutsertakan.
lucu tenan neeh.
1/2 bagian anak perempuan TIDAK SETARA dengan 1/2 bagian saudara (paman) laki-laki.
Menurut ilmu hitung Mr. Ali Sina: 1/2 Keledei = 1/2 Kedelei 😀
Terdapat kasus-kasus di mana jumlah pembagian total kepada pewaris ternyata melebihi harta warisan yang ada. Lihat contoh berikut.
Menurut ayat-ayat di atas, jika seorang pria mati meninggalkan seorang istri, tiga anak perempuan dan dua orangtuanya, maka;
Bagian istrinya adalah 1/8 (Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan)
Anak-anak perempuannya akan menerima 2/3 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal).
Dan kedua orangtuanya akan menerima 1/6 dari warisannya (Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak;)
Jika kau menambah semua pembagian ini maka jumlah keseluruhan melebihi jumlah warisan yang ada.
Status |
Bagian |
|
Istri………………. |
1/8 |
= 3/24 |
Anak perempuan.. |
2/3 |
= 16/24 |
Ayah……………… |
1/6 |
= 4/24 |
Ibu……………….. |
1/6 |
= 4/24 |
Total……………… = 27/24 |
.
Subhanalloh, terbukti sudah bahwa ilmu sempoa Aul (awl) berasal dari agam Yahudi, Nashrani dan Kristen.
Well @Mister Sina, Ali. bukan bejituh menurut Al Qur’an.
Pembagian Harga Waris untuk Istri, Anak, Ayah, Ibu adalah:
1/8 bahagian, 1/2 bahagian, 1/6 bahagian dan 1/6 bahagian => Harta Waris
Harta waris => 1/8 : 1/2 : 1/6 : 1/6
Harta waris => 3/24 : 16/24 : 4/24 : 4/24
Harta Waris => 3 : 16 : 4 : 4
dus…
Supaya Harta waris di BAGI dengan ADIL maka bagilah dengan 27. .. Clear toch 😀
Mari kita lihat contoh lain. Misalnya saja seorang pria mati meninggalkan istrinya, ibunya, dan saudara-saudara perempuannya.
Istri menerima 1/4 warisan, (Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak;)
Ibu menerima 1/3 warisan (Dan untuk dua orang ibu-bapa, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak; jika orang yang meninggal tidak mempunyai anak dan ia diwarisi oleh ibu-bapanya (saja), maka ibunya mendapat sepertiga;)
Dan saudara-saudara perempuannya 2/3 (tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal)
Jika kita menjumlahkan semua bagian ini, hasilnya ternyata melebihi jumlah warisan yang ada.
Istri 1/4………………. = 3/12
Ibu 1/3……………….. = 4/12
Saudara perempuan.. = 8/12
Total…………………… = 15/12
Contoh-contoh menunjukkan bahwa porsi pewaris ternyata melebihi jumlah total warisan. Di kedua kasus contoh jumlah total warisan ternyata tepat SEBELUM bagian warisan istri diikutsertakan.
Okeh, Mister Sina, Ali
To the point, assume: Total Warisan Rp. 180.000.000 (180 jeti 😀 )
Total Warisan => Bagian Istri, Bagian Ibu, Bagian Sudara Perempuan
Total Warisan => 1/4 : 1/3 : 2/3
Total Warisan => (1/4 x 180) : (1/3 X 180) : (2/3 x 180)
Total Warisan => 45 : 60 : 120
Total Warisan => 3 prosi Istri : 4 prosi Ibu : 8 porsi Saudara Perempuan
dus..
Porsi Istri = 3 x 12jt = 36 Juta.
Porsi Ibu = 4 x 12jt = 48 Juta.
Porsi dua atau tiga, Saudara perempuan = 8 x 12jt = 96 Juta.
then..
Ibu pasti sudah menjanda, dengan demikian Saudara-saudara Perempuan pasti sudah Yatim.
Silahkan sampean tafakuri dan renungkan, bagaimana kehidupan ekonomi seorang Janda (IBU) dengan tiga anak perempuan (adik-adik perempuan yang kecil-kecil ) berbanding seorang Janda (Istri) tanpa anak ?! 😦
Apakah yang harus dilakukan jika seorang pria punya dua istri, yang seorang dengan anak-anaknya dan yang lain tanpa anak? Apakah ini berarti istri yang punya anak akan menerima 1/8 dan istri yang tak beranak menerima 1/4? Kalau benar begitu, apakah ini adil?
Mr. Ali Sina (mungkin sebagian besar kita) hanya melihat sisi dua janda belaka, padahal ada perbedaan yang sangat mencolok.
a. Harta waris Janda dengan anak-anak = 1/8
b. Janda tanpa anak.= 1/4
Padahal pada kenyataanya harta waris anak-anak (yatim) yang diperoleh dari suaminya akan menjadi tanggungan Ibu mereka (janda dengan anak-anak).
Misal Si Fulan punya dua istri (A dan B) dan satu anak dari istri pertama saja dan si fulan meninggalkan sejumlah warisan sebesar 7 juta.maka:Harta waris => 1/8 A , 1/2 anak Perempuan A , 1/4 B
Harta waris => (1/8 : 1/2 ) : 1/4
Harta waris => (1 : 4) : 2Harta yang diterima janda A = 1 juta + 4 juta (anak kandung) = 5 Juta
(Sudah barang tentu ini sangat adil sekali, mengingat biaya sekolah sandang dan pangan sang Anak, yang ditanggungnya jauh lebih besar).Harta yang diterima janda B = 2 jutaKesimpulan:
Yang terpahami oleh Mr. Ali Sina adalah sudah janda beranak tapi hanya memperoleh 1 juta, sedangkan yang tidak mempunyai anak memperoleh 2 juta.Syukur Alhamdulilah, saya sediri terpahami secara tidak langsung ayat-ayat tentang poligami yang menegasi tentang “kalau kamu mampu berlaku adil”, walaupun saya bukan pelaku poligami namun saya sungguh sangat tidak berani menolak atau menampikan ayat tersebut.
Sekarang misalkan saja seorang wanita mati dan meninggalkan seorang suami dan seorang saudara laki:
Suami menerima separuh (Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak.)
Saudara laki menerima semuanya (jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak)
Apakah ini berarti orangtua, saudara-saudara perempuan dan suami tidak mendapat apa-apa? Jika begitu, dimanakah keadilan? Bagaimana mungkin saudara laki mewarisi segalanya?
Suami……….. = 1/2
Saudara laki.. = 2/2
Total…………. = 3/2
Ayat ini tidak menjelaskan bahwa saudara laki mendapat semua harta warisan jika tiada pewaris lainnya. Ayat ini hanya mengatakan jika tiada anak, maka dia dapat semua warisan.
Dear Mr. Ali Sina, rupanya anda bermain puzzle dengan Al Qur’an, dalam satu sisi Anda membenarkan adanya kasus dua saudara (Perempuan dan Pria) yang sama-sama tidak mempunyai anak, terlepas dari sebagai adik atau kakak yang jelas saudara laki-laki tersebut menjadi SEBATANG KARA.
Apa yang Mister bayangkan, jika sampean punya istri berusia muda dan adik ipar laki-laki (adik kandung istri) yang masih berusai 10 tahun.
Apakah seluruh warisan akan diberikan kepada anak usia 10 tahun ?!
ataukah Seluruh warisan istri akan sampean ambil semua ?!
Satu lagi Bukti perhitungan Waris Al Qur’an sangat adil dan bijaksana.
Waris => 1/2 bagaian suami, 2/2 bagian adik laki-laki tak punya anak.
Waris => 1/2 : 2/2
Waris => 1 : 2 😀
Dus…
jika total waris 3 M maka Suami mendapat 1 milyar dan saudara laki-laki mendapat 2 milyar
.
Ayat yang sama menerangkan bahwa jika seorang pria mati dan meninggalkan seorang saudara perempuan, maka perempuan itu dapat separuh harta warisan. Lalu apa yang terjadi dengan sisa separuh warisan lainnya?
😀 well, so inikah senjata pamungkas ilmu sempoa aul (awl) Yahudi itu ?!
Assume : Dua saudara (laki-laki dan wanita) hidup tanpa famili yang lain.
Harta waris => 1/2 bagian saudara perempuan, 0 family
Harga waris => 1/2 : nothing
Harta waris => 1 : nothing
dus..
Saudara perempuan mendapat SELURUH HARGA WARISAN
Nothing mendapat 0 harta warisan .. Clear 😀
Ini contoh yang lain. Seorang wanita mati meninggalkan seorang suami, saudara perempuan dan seorang ibu.
Suami………………….(1/2) = 3/6
Saudara perempuan..(1/2) = 3/6
Ibu……………………..(1/3) = 2/6
Total…………………………. = 8/6
Harta Waris => 1/2 bagian suami, 1/2 bagian saudara perempuan, 1/3 bagian Ibu
Harta Waris => 1/2 : 1/2 : 1/3
Harta Waris => (1/2 x 6) : (1/2 x 6) : (1/3 * 6)
Harta Waris => 3 : 3 : 2
Kita bisa mengambil kesimpulan bahwa aturan warisan dalam Qur’an sangatlah kacau balau. Begitu kacaunya sampai kaum Shia dan Sunni menerapkan hukum warisan ini dengan cara yang berbeda. Misalnya:
Para penghujat Al Qur’an bungkam seribu basa, mengenai Shia (Syi’ah) atau Suni bukan urusan Umat Islam jika mereka tidak berpedoman pada Al Qur’an yang dibawa oleh Nabi Muhammad s.a.w atau mungkin mereka tidak mengerti makna yang tersirat maupun yang tersurat karena bujuk rayu kaum Kafirun Yahudi dan Kristen.
Seorang pria mati meninggalkan seorang istri dan dua orang tua, Islam Shia (*2741) akan memberi pihak istri ¼ dan lalu membagi-bagikan sisanya untuk ibu 1/3 dan untuk ayah 2/3, ini berarti mereka akan menerima 1/4 dan 1/2 dari tanah yang ada. Islam Sunni menetapkan bagian warisan istri 1/4, ibu 1/3 dan ayah sebagai sanak keluarga pria terdekat sebagai 5/12. Jika dilihat semua ini, Qur’an ternyata tidak jelas sama sekali.
http://www.al-islam.org/laws/2741
*2741 If the father and the mother of deceased are his only heirs, the estate is divided into 3 parts, out of which 2 parts are taken by the father and one by the mother. If, the deceased has two brothers or four sisters, or one brother and two sisters, who are Muslims and are related to him from the side of the father (i.e. the father of these persons and of the deceased is same, although their mothers may be different), the effect of their presence on the inheritance is that, although they do not inherit anything in the presence of the father and the mother, the mother gets 1/6 of the estate, and the rest is inherited by the father.
Terjemahan:
Jika seorang ayah dan seorang ibu menjadi pewaris tunggal seorang pria yang mati, maka tanah milik orang itu dibagi tiga bagian, 2/3 diberikan pada pihak ayah, dan 1/3 diberikan pada pihak ibu. Jika pria yang mati itu punya dua saudara laki atau empat istri, atau satu saudara laki dan dua saudara perempuan yang Muslim dan berhubungan darah dengan dia dari pihak ayah (yakni ayah orang ini dan orang yang mati adalah sama, meskipun ibu mereka mungkin orang yang berbeda), akibat kehadiran mereka dalam pembagian warisan adalah sang ibu menerima 1/6 tanah, dan sisanya diwariskan kepada pihak sang bapak.
Untuk memecahkan masalah salah hitung ini, para ahli bedah Islam telah mengeluarkan rumus “sains” akal-akalan yang dikenal sebagai “Al-Fara ‘id”. Ini terdiri dari hukum “Awl” dan “Usbah,” dan hukum-hukum “Usool” dari Fara’id, hukum-hukum dari “Hajb wa Hirman,” dan berbagai sumber lainnya yang berhubungan dengan masalah ini.
Hukum “Awl” (penyesuaian) berhubungan dengan kasus-kasus di mana jumlah bagian para ahli waris melebihi atau “lebih banyak” dari jumlah total warisan. Dalam kasus seperti ini, bagian warisan disesuaikan untuk memuaskan seluruh pihak. Begini caranya:
Istri………………….1/8 = 3/24………. diubah jadi 3/27
Anak perempuan…2/3 = 16/24…….. diubah jadi 16/27
Ayah………………..1/6 = 4/24………. diubah jadi 4/27
Ibu…………………..1/6 = 4/24………. diubah jadi 4/27
Total……………………. = 27/24…………………. 27/27
Dan untuk kasus yang kedua
Istri…………………….1/4…=…3/12..diubah jadi……3/15
Ibu……………………..1/3…=…4/12..diubah jadi……4/15
Saudara perempuan..2/3…=…8/12..diubah jadi……8/15
Total………………………….=..15/12…………………..15/15
Dengan begitu masalah salah hitung ini dibetulkan oleh kemampuan otak manusia, tapi bagian warisan jadi tidak sama dengan yang ditetapkan Qur’an. Setiap pewaris harus rela menyerahkan sebagian dari bagiannya agar hukum warisan ini jadi betul. Ini adalah kasus yang jelas di mana firman Allah ternyata perlu dibetulkan oleh manusia agar bisa diterapkan.
Tapi ada juga kasus di mana bagian warisan ternyata tidak mencapai 100% bulat dan ada lebihnya (surplus). Misalnya saja kasus di mana seorang pria mati dan meninggalkan istri dan kedua orangtuanya.
Orang tua..1/3….=…4/12
Istri……….1/4…..=..3/12
Total………………=…7/12
Siapa yang bakal menerima bagian warisan surplus 5/12?
Kasus berikut adalah kasus lain yang menunjukkan adanya bagian warisan lebih (surplus) yang belum dibagikan:
Skenario…………………….Warisan Dibagikan……..Surplus
Hanya 1 istri……………………..=..1/4……………………..3/4
Hanya 1 ibu………………………=..1/3……………………..2/3
1 anak perempuan……………..=..1/2……………………..1/2
2 anak perempuan……………..=..2/3……………………..1/3
Hanya 1 sdr. perempuan………=..1/2……………………..1/2
1 ibu dan 1 sdr. perempuan….=..1/3 + 1/2 = 5/6……..1/6
1 istri dan 1 ibu…………………..=..1/4 + 1/3 = 5/12…..7/12
1 sdr. perempuan dan 1 istri….=..1/2 + 1/4 = 3/4…….1/4
Dalam semua kasus di atas dan kasus-kasus kombinasi lainnya terdapat surplus. Apa yang terjadi dengan surplus ini? Siapakah yang mewarisinya?
Untuk menghadapi masalah ini, hukum “Usbah” diterapkan. Hukum ini dibuat untuk mengurus warisan yang tidak dibagikan karena tiada orang yang menerimanya. Kalau Qur’an itu jelas dan tanpa salah, tidak diperlukan akal-akalan hukum seperti ini.
Dari semua bantahan saya diatas maka:
TERBUKTI KEAJAIBAN ILMU BAGI WARIS DALAM AL QUR’AN
Hukum Usbah berdasarkan Hadis berikut:
Hadis Sahih Bukhari 8.80.724
Dikisahkan oleh Ibn ‘Abbas: Sang Nabi berkata, “Berikan Fara’id (bagian warisan yang ditetapkan di Qur’an) kepada mereka yang berhak menerimanya. Lalu sisanya harus diberikan kepada anggota keluarga pria terdekat dari orang yang mati.”
Berdasarkan hukum ini, orang yang mati dan meninggalkan seorang anak perempuan saja tanpa ada anggota keluarga pria lain terdekat kecuali sepupu jauh, maka anak perempuan ini hanya menerima separuh harta warisan dan separuh sisanya diberikan kepada sepupu jauh tersebut. Ini tentunya tidak adil bagi anak perempuan itu. Terlebih tidak adil lagi jikalau pria yang mati itu punya seorang bibi atau saudara misan perempuan miskin yang tidak kebagian apa-apa hanya karena mereka bukan berkelamin laki-laki.
Bukti Nabi Muhammad s.a.w dan para khalifah (Abu Bakr, Umar bin Khathab, Ustman bin Afan dan Ali bin Abi Thalib) senan tiasa mengikuti bagi waris menurut Al Qu’ran.
Pertanyaan bagi Mister Ali Sina: Bagaimana mungkin saya (Haniifa) yang hidup jauh dari jaman Rasul bisa mengetahui cara pembagian waris versi Al Qur’an, sedangkan para Khalifah dan para sahabat Nabi yang hidup sejaman tidak mengetahui ?!
Insya Alloh, dengan 1000% saya haqul yakin Nabi Muhammad s.a.w dan para sahabat lebih tepat dan sesuai dengan Al Qur’an dalam hal bagi waris.
Nabi Muhammad s.a.w menyebutkan bagikanlah kepada ahli warisnya (Fara’idh) dengan cara-cara beliau, bukan dengan ilmu sempoa otak-atik gathuk YAHUDI
.
Sekarang lihat kasus di mana seorang pria yang mati tidak punya anggota keluarga lain selain istrinya dan saudara jauh pria. Istrinya akan menerima 1/4 harta warisan dan saudara jauh pria itu akan menerima sisanya, yakni tiga kali lipat lebih banyak daripada harta warisan istri itu yang baru saja ditinggal mati suami. Apakah ini yang disebut dengan keadilan?
Bagaimana jika pria yang mati itu tidak punya saudara jauh pria sama sekali? Apa yang terjadi dengan sisa harta warisannya? Apa yang terjadi jika keadaannya terbalik yakni istri yang mati dan tidak punya sanak saudara lain sama sekali? Pihak suami akan menerima separuh dari warisan istri, dan lalu siapa yang mendapatkan sisa separuh lainnya?
Silahkan berlatih dengan method yang Al Qur’an contohken !!!
Perlu diketahui bahwa Qur’an tidak menetapkan prioritas penerima bagian harta warisan. Tidak ada sama sekali keterangan yang menyatakan “pertama-tama berikan kepada pihak ini dan lalu sisanya berikan kepada pihak itu”. Bahkan jikalaupun kita mau melaksanakan hukum-hukum ini dan memberi prioritas sesuai dengan apa yang tercantum, tetap saja tidak bisa dilaksanakan karena dengan begitu setiap bagian warisan harus dikorting. Juga di banyak kasus terjadi jumlah total warisan tidak bisa habis dibagikan kepada pewaris.
Woww… sampean keliru tenan, Al Qur’an memprioritaskan pembagian harta waris kepada ANAK KANDUNG LAKI-LAKI baru pada ANAK KANDUNG PEREMPUAN,.. dsb.
Dengan propaganda inilah, hingga banyak kalangan membagi harta waris pada orang tua dahulu baru sisa pembagian kepada anak-anaknya.
Ini adalah cara-cara kaum bar-bar !!!
Inilah kesalahan yang berusaha disangkal Sami Zaatari. Dalam usahanya untuk membantah artikel ini, Zaatari menulis, “Jika A (mati) meninggalkan seorang janda atau duda, maka bagian warisan janda atau duda haruslah terlebih dahulu dihitung seperti yang disebutkan di separuh bagian pertama ayat 4:1.”
Pak Zaatari harus menunjukkan kepada kita aturan seperti itu di Qur’an. Tidak ada aturan dalam Qur’an yang menyebut harta warisan harus diberikan kepada pewaris tertentu lebih dahulu dan sisanya dibagikan kepada pewaris yang lain. Sudah jelas pula bahwa aturan perhitungan pembagian harta warisan dalam Qur’an SALAH secara matematis!
YANG SALAH BUKAN AL QUR’AN tapi Ilmu matematika kalian masih sangat rendah !!!
Kekacauan hukum warisan ini tampak lebih jelas lagi di contoh berikut. Misalnya saja seorang pria hanya punya seorang anak perempuan dan 10 anak laki. Menurut Qur’an, anak perempuan ini menerima separuh warisan dan ke-10 anak laki harus membagi-bagi rata separuh harta warisan lainnya. Jadi setiap anak laki hanya kebagian 1/20 harta warisan. Tapi ini lalu bertentangan dengan hukum yang menetapkan pria menerima dua kali lebih banyak harta warisan dibandingkan wanita.
Tentu saja Muslim telah menerapkan aturan Islam selama 1.400 tahun dan melalui berbagai cara mereka dapat menerapkan hukum yang memusingkan ini. Apa yang mereka lakukan? Mereka mengartikan, menyesuaikan dan membuat kompromi agar hukum kacau balau ini jadi masuk akal. Mereka mengumpulkan semua warisan di satu tempat dan memberi setiap anak pria dua kali bagian anak perempuan. Jalan keluar ini memang melaksanakan salah satu aturan warisan Qur’an, tapi bertentangan dengan aturan Qur’an lainnya.
Di atas segala penerapan hukum yang bertentangan ini, sebenarnya masalah utama tidak terletak pada kesalahan perhitungan pembagian warisan. Masalah utamanya adalah ketidakadilan dalam hukum ini. Orang yang bisa berpikir waras tidak dapat menghindari pertanyaan mengapa seorang anak perempuan hanya menerima separuh dari warisan anak laki? Mengapa derajat anak perempuan lebih rendah daripada anak laki? Mengapa Qur’an menyebut “bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan”? (Q 4:11). Misalnya saja seorang pria mati meninggalkan 4 istri. Semua istri-istri ini harus membagi rata ¼ kekayaannya, jika pria ini tidak punya anak dan 1/8 jika pria ini punya anak. Jika pria ini tidak punya anak, maka setiap istri akan memperoleh 1/16 harta warisan dan jika pria ini punya anak, maka setiap istri akan memperoleh 1/32. Bagaimana caranya seorang wanita yang mungkin sudah terlalu tua untuk bisa menikah lagi dapat hidup layak dengan warisan sekecil itu di dalam masyarakat yang didominasi kaum pria sebagaimana lumrahnya negara-negara Islam? Di lain pihak, seorang pria yang kehilangan keempat istrinya akan mewarisi ½ sampai ¼ kekayaan setiap istrinya. Bukankah ini rumus hitungan yang jelas untuk memperkaya pria dan mempermiskin wanita? Lebih mudah untuk memaafkan kesalahan berhitung dalam Qur’an dibandingkan dengan memaafkan ketidakadilan ini.
Sebaiknya kita kembalikan kepada ayat-ayat Al Qur’an.
Waris lebih diutamakan kepada anak.keturunan dari pada kedua orang tuanya.
“dan untuk dua orang ibu-bapak, bagi masing-masingnya seperenam dari harta yang ditinggalkan, jika yang meninggal itu mempunyai anak.” (QS 4:11).
Jika istri tidak memberikan keturunan:
“… Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak …” (QS 4:12)
“… Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuh, wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar utang-utangmu …” (QS 4:12)
Istri kedua = 1/4 x waris
istri ketida = 1/4 x waris
istri ke empat = 1/4 x waris
Ayat Q 4:175 berbunyi
“Thus doth Allah make clear to you (His law), lest ye err. And Allah hath knowledge of all things.”
versi DepAg RI:
Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya. Dan menunjuki mereka kepada jalan yang lurus (untuk sampai) kepada-Nya.
Tapi seperti yang kita lihat, hukum Allah ternyata tidak jelas sama sekali. Jumlah hitungan salah, bagian warisan tidak ditentukan secara jelas, dan pembagiannya tidak adil. Terserah kaum Muslim untuk menentukan apakah Allah bukan yang “Maha Tahu”, tidak bisa menghitung angka-angka yang sederhana, bingung dan tidak adil ataukah Qur’an itu salah dan Muhammad bukanlah utusan Tuhan. Salah satu dari dua hal ini pasti benar. Silakan pilih sendiri.
Alhamdulillah wa syukurlillah.
Saya pribadi mengingatkan rekan-rekan se IMAN ISLAM semoga tidak melupakan ayat berikut:
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku“. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (QS 39:49)
Dengan mengakui keberadaan Alloh yang Maha Tunggal dan mengakui bahwa Nabi Muhammad s.a.w hanyalah utusan Alloh maka:
Campkanlah dilubuk hati yang dalam “Sesungguhnya aku diberi nikmat kepintaranku kanya karena idzin Alloh semata dan tiada sembahan selain Alloh”
Sumber:
http://www.indonesia.faithfreedom.org/forum/viewtopic.php?t=6522
Case 2:
Diambil dari post @Mas Djarkoni : yang ternyata bersumber dari artikel @Oom JIL
Hukum Waris dalam Suatu Konteks
Oleh Abdul Moqsith Ghazali
Untuk menjaga dan mengadvokasi hak kelompok-kelompok lemah dalam keluarga saat itu (anak laki-laki kecil dan perempuan), al-Qur’an segera menetapkan beberapa ahli waris inti yang mendapatkan warisan. Ditetapkan bahwa kelompok ahli waris terdiri dari dua kelompok. [1]. Menurut hubungan darah. Dari golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. Sedangkan dari golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek. [2]. menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda. Para ulama, berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, menetapkan apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Umum diketahui bahwa al-Qur’an tak hanya berisi etika, butir-butir sejarah, aqidah, dan tasawwuf. Dalam al-Qur’an juga dijabarkan persoalan hukum. Hukum dalam al-Qur’an ada yang bersifat global-ringkas (‘am dan kulli), dan ada yang partikular-detail (khash dan far’i). Bahasan al-Qur’an tentang shalat, puasa, zakat, dan haji termasuk ringkas dan umum. Al-Qur’an tak menjelaskan tentang tata cara shalat, mekanisme pengeluaran zakat, praktek penyelenggaraan haji, dan sebagainya. Sementara di antara ayat-ayat al-Qur’an yang detail dan partikular itu adalah soal hukum waris. Al-Qur’an menyebutkan siapa mendapatkan apa. Siapa saja ahli waris yang mendapatkan bagian waris, dan seberapa besar bagian warisnya. Apa yang telah rinci disebut dalam al-Qur’an itu didetailkan kembali dalam Hadits dan dijabarkan (ditafsirkan atau ditakwilkan) dalam tafsir para ulama dari dulu hingga sekarang.
Definisi ‘rinci’ (verb)
me·rin·ci v menyebutkan (menguraikan) sampai ke bagian yg sekecil-kecilnya: ia berusaha ~ pendapatannya bulan yg lalu;
ter·pe·rin·ci v sudah diperinci;
pe·rin·ci·an n 1 uraian yg berisi bagian yg kecil-kecil satu demi satu; 2 hasil memerinci; 3 cara, perbuatan, proses memerinci;
pe·me·rin·ci·an n proses, cara, perbuatan memerinciDefinisi ‘detail’ (noun)
men·de·ta·il n (menceritakan, menguraikan, dsb) sampai bagian yg kecil-kecil (sangat terperinci): diperlukan keterangan yg ~
Dus…
Tolong @Oom Abdul Moqsith Ghazali (baca: Abdul JIL 😀 ) jangan bermain dikotomi ahh
Hukum dan perhitungan tentang waris sudah detail dan sangat rinci buktinya TIDAK ADA SATUPUN HADITS yang sedetail dan serinci fara’idh dari Al Qur’an
Ribuan tahun lalu hukum waris itu ditetapkan di Madinah. Ia dipraktekkan untuk puluhan ribu umat Islam di sana. Hukum waris yang disyariatkan itu dirasa lebih manusiawi dan lebih sesuai dengan konteks masyarakat Madinah ketika itu ketimbang pembagian waris yang berjalan sebelum Islam. Namun, ketika Islam berkembang ke berbagai negeri, hukum waris itu berjumpa dengan tradisi dan relasi kemanusiaan yang berbeda. Jika hukum waris dulu itu turun dalam konteks masyarakat partrinial, maka dalam perkembangannya hukum waris itu pun bertemu dengan struktur masyarakat matrilinial. Gerak zaman pun sedang mengarah kepada relasi laki-perempuan yang berkeadilan dan berkesetaraan; anak perempuan diposisikan sama belaka dengan anak laki-laki. Laki dan perempuan memang lain secara biologis, tapis bukan untuk dilainkan dalam pembagian waris.
Jutaan bahkan Milyaran orang dari shalat menghadap Qiblat dibelahan dunia mana pun dari dulu hingga sekarang.
Jutaan bahkan Milyaran orang puasa, zakat dan haji mengikuti hukum Islam dibelahan dunia manapun dari dulu hingga sekarang.
Saya tidak aneh kalau @Abdul JIL Shalat sambil memeluk prempuan di pojok warung … hehehe..
Dengan latar itu, muncul berbagai suara yang menunjukkan ketidak-puasan terhadap sistem dan pola pembagian waris dalam Islam itu. Para pembaharu Islam berusaha untuk melakukan kontekstualisasi dan reaktulisasi hukum waris Islam. Ada yang berkata bahwa pembagian 1: 2 antara anak laki-laki dan anak perempuan dalam al-Qur’an tak boleh dilihat dari angkanya, melainkan juga dari konteks dan substansi ayat itu. Dari situ, muncul pro dan kontra. Ada ulama yang bertahan dengan pembagian itu. Tapi, tak sedikit juga yang berjuang untuk memperbaharuinya seiring dengan konteks sekarang. Ada juga ulama yang coba menghindar dari ketentuan waris dalam al-Qur’an dengan menempuh mekanisme hibah dalam pembagian harta. Sebelum meninggal dunia, orang tua sudah menghibahkan harta benda yang dimilikinya untuk anak-anaknya, biasanya, secara rata; tanpa membedakan anak laki-laki dan anak perempuan.
Fakta dan Sejarah Islam membuktikan bahwa seluruh umat Islam percaya absolute kententuan Rasulullah apapun ketentuan wahyu yang diturunkan kepada belaiu ketika itu jadi jangankan sekedar soal harta waris, JIWA DAN RAGAPUN MEREKA SIAP DIKORBANKAN demi tegaknya Ad diin Islam.
Istilah Pro dan Kontra itu adalah buatan YAHUDI DAN NASHRANI MADINAH yang dihembus-hembuskan secara terus-menerus hingga mereka terusir dari jazirah Arab.
Kesimpulan:
Jika ada ulama yang masih meragukan sistem Waris dari Al Qur’an hanyalah ulama yang bodoh dan tidak mengerti sejarah islam sesungguhnya, dalam hal ini termasuk @Oom Abdul JIL
Note:
Silahken sampean pelajari artikel-artikel dari blog Serba Sejarah supaya faham arti dan makna “apa itu sejarah”
Sejarah Hukum Waris
Hukum waris sudah ada pada masyarakat Arab pra-Islam. Kehadiran hukum waris Islam untuk memperbaikan jenis ketidak-adilan dalam permbagian waris tersebut. Pertama, dikisahkan bahwa pada zaman Arab pra-Islam, warisan tak diberikan kepada anak kecil (ma kanu yuwarritsuna al-shighar). Ini karena anak kecil tak menghasilkan secara ekonomi. Kita tahu bahwa ekonomi masyarakat Arab pra-Islam sangat tergantung pada bisnis-perniagaan, di samping juga pada hasil jarahan dan rampasan perang dari kelompok masyarakat dan bangsa-bangsa yang ditaklukkan. Dengan demikian, hanya orang yang menghasilkan harta yang pantas mendapatkan harta pusaka.
Sejarah membuktikan bukan anak kecil atau orang dewasa yang menentukan kehormatan atau status suatu keluarga pra-islam, tetapi jumlah anak laki-laki dalam suatu keluarga. Jadi yang benar adalah WARIS TIDAK DIBERIKAN KEPADA KAUM WANITA, dari anak kecil sampai yang sudah tua
Dalam konteks itu, maka turun ayat al-Qur’an yang menegaskan bahwa anak kecil, baik laki maupun perempuan, mendapatkan hak untuk mendapatkan warisan. Dikisahkan bahwa Aus ibn Tsabit wafat dengan meninggalkan dua anak perempuan dan satu anak laki-laki. Lalu datanglah dua anak laki-laki pamannya bernama Khalid dan Arfathah (saudara sepupu laki-laki anak-anak Aus) mengambil semua harta warisan Aus ibn Tsabit. Dengan pengambilan harta itu, janda mendiang Aus mengadu kepada Nabi, lalu turunlah ayat al-Qur’an, “Bagi laki-laki ada bagian harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kerabatnya; dan bagi perempuan pun ada bagian dari harta yang ditinggalkan oleh kedua orang tua dan kerabatnya, baik sedikit maupun banyak darinya, suatu bagian yang telah ditetapkan”.
Bukti hadits tidak detail dan rinci: sebab hanya menyebutkan bagian secara global sedangkan AL QUR’AN sangat jelas bahwa BAGIAN LAKI-LAKI DUA KALI BAGIAN PEREMPUAN
Dalam ushul fikih dikatakan bahwa anak kecil memang tak cakap bertindak (ahliyya’ al-ada’), tapi ia tetap cakap hukum (ahliyyah al-wujub). Allah berfirman dalam al-Qur’an (al-Nisa’ (4): 12), “Allah memerintahkan kepadamu mengenai bagian anak-anakmu; untuk seorang anak laki-laki (al-dzakar) seperti bagian dua orang anak perempuan”. Memberikan bagian waris terhadap anak kecil saat itu kontroversial, dan lebih kontroversial lagi dengan memberikan waris kepada anak perempuan. Al-Qur’an menggambarkan perilaku buruk sebagian masyarakat Arab pra-Islam yang suka membunuh dan mengubur hidup-hidup anak-anak perempuan. Allah berfirman (QS, al-Nahl [16]: 58), “wa idza busysyira ahaduhum bi al-untsa zhalla wajhuhu muswaddan wa huwa kazhim” [apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya dan dia sangat marah].
Wah… lucu tenan sampean, dalam satu hal seolah-olah piawai tentang fiqh ad diin islam tapi disisilain melupakan figh tentang perwalian 😛
Kedua, berbagai ulama berkata bahwa perempuan zaman pra-Islam tak mendapatkan warisan. Alih-alih mendapatkan warisan, mereka dianggap sebagai barang yang perlu diwariskan. Berbagai sumber menceritakan bahwa jika seorang laki-laki wafat dengan meninggalkan seorang istri, maka para wali dan keluarga terdekat mendiang suami lebih berhak untuk menikahi si janda tersebut. Jika mereka hendak menikahi, maka pernikahan bisa dilangsungkan. Jika mereka enggan untuk menikahi, maka si janda tersebut dibiarkan sampai meninggal dunia. (Rasyid Ridla, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Juz IV, hlm. 370). Ibn Jarir al-Thabari mengisahkan bahwa Abu Qais ibn al-Aslat wafat dengan meninggalkan istri bernama Kabisyah binti Ma’an ibn Ashim. Dengan meninggalnya sang ayah, anak dari Abu Qais hendak menikahi ibu tirinya tersebut. Tradisi ini sudah berlangsung lama yang kemudian dikritik oleh Islam.
Subhanallah,… saya tidak tahu neeh, apakah Ahlul sajarah diatas yang keliru atau para @Abdul JIL yang tidak tahu sejarah Siti Khadijah selama menjanda ?!.
Yang jelas tradisi mewariskan wanita itu ada dalam sejarah bangsa Yahudi sedangkan dalam peradaban bangsa Arab pra-Islam tidak pernah terjadi sama sekali apalagi jika mereka berasal dari Bani Qurasy dimana nenek moyang mereka Qushay adalah pembebas kota Makkah. Jadi kaca mata sejarah sampean harus dipisahkan dahulu antara tatanan masyarakat pra-islam di Mekkah dan di Madinah
Dalam konteks itu, maka turun ayat al-Qur’an (al-Nisa’ [4]: 19, “Hai orang-orang beriman, tidak halal bagi kalian mempusakai perempuan dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya..”. Rasyid Ridha menegaskan bahwa ayat ini menegaskan sebuah realitas dimana perempuan direndahkan dan dianggap sebagai barang yang bisa diwariskan, sehingga keluarga sang suami bisa mewarisi si perempuan sebagaimana bisa mewarisi harta mereka. (Rasyid Ridla, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Juz IV, hlm. 370).
😀 hahaha.. ini mah masalah MAHAR atau mas kawin atuh euy 😛
Dengan dasar itu, maka Allah mengharamkan pewarisan seorang janda kepada keluarga terdekat. Bahkan, diturunkan sebuah ayat waris yang menegaskan perempuan dalam satu keluarga adalah ahli waris, sebagaimana laki-laki. Dengan jeli ayat waris itu mengkritik terhadap tradisi masyarakat Arab pra-Islam yang tak memberikan waris kepada perempuan. Bagi orang Arab ketika itu, yang berhak mendapatkan warisan adalah mereka yang menghasilkan secara finansial. Dengan demikian, perempuan yang tak bekerja menghasilkan harta dianggap tak pantas mendapatkan warisan harta. Mereka berkata, “bagaimana kami bisa memberikan harta kepada orang yang tak pernah menunggang kuda, tak memanggungl senjata untuk berperang, dan tak pernah berperang melawan musuh (yuqatilul al-‘aduwwa). Kami menanggung nafkah mereka dan mereka tak menanggup nafkah kami”. (Baca Rasyid Ridla, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Juz IV, hlm. 322).
Jangankan janda atau anak wanita, lha wong barang-barang berupa mahar pun tidak boleh diminta kembali kecuali persetujuan kedua belah pihak, misalnya sebagai modal dsb.
Apa yang berlaku pada zaman pra-Islam itu tampaknya terus bertahan hingga Rasulullah dan umat Islam hijrah ke Madinah. Diriwayatkan oleh Jabir ibn Abdullah bahwa janda mendiang Sa’ad ibn al-Rabi’ pernah mengadu kepada Rasullah. Ia berkata, “Wahai Rasulullah: Sa’ad telah wafat dengan meninggalkan dua anak perempuan. Tapi, seluruh harta peninggalan Sa’ad diambil oleh saudara laki-lakinya sehingga tak tersisa sedikitpun, sementara dua anak perempuan Sa’ad membutuhkan biaya untuk keperluan pernikahan mereka”. Lalu Rasulullah memanggil sang paman (saudara laki-laki Sa’ad) dan berkata kepadanya, “berikan dua pertiga harta Sa’ad kepada anak perempuannya, seperdelapan buat istrinya, dan sisanya buat kamu”. Maka turunlah surat al-Nisa’ ayat 11-12 yang berbicara tentang hukum waris. (Al-Qurthubi, al-Jami’ li Ahkam al-Qur’an, Jilid III, hlm. 56; Bandingkan dengan Fakhr al-Din al-Razi, Mafatih al-Ghaib, Jilid V, hlm. 211).
Clear toh, … bahwa riwayat tersebut mempermasalahkan tentang Mahar atau mas kawin 😀
Riwayat lain mengisahkan bahwa ayat waris dalam al-Qur’an turun dengan sebab berikut. Alkisah, Abdurrahman ibn Tsabit (saudara laki-laki Hassan ibn Tsabit yang penyair itu) wafat dengan meninggalkan seorang istri bernama Ummu Kajjah dan lima saudara perempuan. Maka datanglah para ahli waris untuk mengambil seluruh harta peninggalan Abdurrahman ibn Tsabit. Lalu Ummu Kajjah datang mengadu kepada Nabi. Maka, turunlah firman Allah yang mengatur pembagian waris dalam Islam, yaitu surat al-Nisa’ ayat 12. [Baca Ibn Jarir al-Thabari, Jami’ al-Bayan fi Ta’wil al-Qur’an, jilid III, hlm. 617).
Jadi mana neeh yang bwetul asbab nyah turun surah An Nisaa’ ayat 12 itu ?!
1. Kisah janda Sa’ad ibn al-Rabi
2. Kisah Abdurrahman ibn Tsabit
Penjelasan ini hendak menunjukkan bahwa hukum waris atau mekanisme pembagian waris sudah ada pada zaman sebelum Islam. Rasyid Ridla menjelaskan bahwa pada zaman pra-Islam, sebab-sebab terjadinya pewarisan itu ada tiga. Pertama, karena ada hubungan nasab (al-nasab). Namun, hubungan nasab ini hanya dikhususkan buat laki-laki dewasa yang bisa menunggang kuda, memerangi musuh, memperoleh harta rampasan perang. Dengan demikian, anak laki-laki yang masih kecil dan kaum perempuan tak mendapatkan bagian waris. Kedua, karena ada hubungan anak angkat (al-tabanni). Anak angkat mendapatkan bagian waris pada zaman pra-Islam sekalipun yang bersangkutan tak punya hubungan darah dengan ayah atau ibu angkatnya. Ketiga, karena ada sumpah dan kesepakatan. Sekiranya seseorang berkata kepada salah seorang temannya, “darahku, darahmu juga, hartaku adalah hartamu juga, antara engkau dan aku saling mewarisi, kau bisa meminta kepadaku dan aku pun bisa meminta kepadamu”. Jika mereka bersepakat, sekiranya salah satu dari keduanya meninggal dunia, maka terjadi hubungan kewarisan di antara mereka.
Tradisi pewarisan seperti itu berlangsung selama tiga belas tahun umat Islam berada di Mekah. Sebab, ayat yang berbicara tentang waris baru turun dalam periode Madinah. Bahkan, dalam periode awal di Madinah, Rasulullah menetapkan mekanisme hukum waris tertentu. Menurutnya, kebersamaan dalam hijrah dan kesetiakawanan sebagai sesama umat Islam menyebabkan adanya hubungan kewarisan. Setiap umat Islam adalah bersaudara, dan setiap yang berhijrah adalah pewaris bagi pelaku hijrah yang lain. Menurut Rasyid Ridha, hukum kewarisan seperti di awal periode Madinah ini ditetapkan Nabi karena sebagian besar keluarga dekat (dzawi al-qurba) umat Islam adalah orang-orang musyrik. Dalam ancaman pembunuhan orang-orang musyrik itu, maka umat islam harus bersatu padu; saling menolong (al-tanashur) dan saling menanggung (al-takaful). Apalagi, umat Islam yang hijrah ke Madinah itu telah berjihad dengan meninggalkan seluruh harta bendaanya di Mekah. Dalam kondisi itu, menurut Rasyid Ridha, wajar sekiranya Nabi Muhammad membentuk solidaritas sesama umat Islam bahkan sampai dalam hubungan kewarisan. (Rasyid Ridla, Tafsir al-Qur’an al-Hakim, Juz IV, hlm. 323)
Well, @Mister Abdul Jil, Rasulullah itu tidak sebodoh yang kalian sangka bahwa Nabi tidak tahu perbedaan dan persamaan bagi waris tatanan masyarakt Qurasy dan Madinah ketika itu. Rasul itu sangat bijaksana dan sangat patuh kepada Tuhan Penciptanya, jangankan perihal warisan yang sepele, masalah buruknya minum khamar (minuman keras) yang menjadi kegemaran para sahabatnya beliau tidak menyuruh atau menyarankan sebelum adanya wahyu tentang di HARAM kannya minuman keras. Atas dasar inipula pendapat bahwa Nabi Muhammad s.a.w membentuk solidaritas sesama umat Islam menurut Rasyid Ridha adalah ABSOLUTE KELIRU
Dengan demikian, ayat-ayat waris dalam al-Qur’an bertujuan ; [1] untuk membatalkan formula hubungan kewarisan yang ditetapkan Nabi Muhammad sebelumnya. Ini seiring dengan makin besarnya jumlah keluarga muslim dalam periode Madinah terakhir. Apalagi setelah terjadinya penaklukan kota Mekah. Sehingga bisa diperkirakan tak ada lagi seorang muslim yang memiliki keluarga non-muslim. Karena itu, ketentuan Nabi bahwa hubungan kewarisan diikat oleh faktor hijrah dan persaudaraan sesama umat Islam sudah tak relevan. Setelah ayat waris dalam al-Qur’an turun, maka muncul formula baru bahwa hubungan kewarisan terjadi karena dua hal, yaitu hubungan nasab dan hubungan perkawinan.
Subtansinya bahwa pembagian harta waris tidak dijelaskan secara tegas apakah Islam atau Non Islam (Ingat seorang Muslim sebagian dari Islam, jadi seorang Islam bisa saja Mumin )
[2] ayat waris turun untuk membatalkan hukum waris pra-Islam itu dianggap tidak adil dan diskriminatif. Hukum waris pra-Islam itu harus dirombak dengan hukum waris yang lebih berkeadilan dan berkemanusiaan. Anak laki-laki kecil (al-shighar) dan perempuan yang pada mulanya tak mendapatkan warisan, pada zaman Islam mendapatkan warisan. Jika suami meninggal dunia, seorang istri tak boleh dicampakkan begitu saja. Si istri juga mendapatkan warisan, sebagaimana ahli waris yang lain.
Untuk menjaga dan mengadvokasi hak kelompok-kelompok lemah dalam keluarga saat itu (anak laki-laki kecil dan perempuan), al-Qur’an segera menetapkan beberapa ahli waris inti yang mendapatkan warisan. Ditetapkan bahwa kelompok ahli waris terdiri dari dua kelompok. [1]. Menurut hubungan darah. Dari golongan laki-laki terdiri dari ayah, anak laki-laki, saudara laki-laki, paman dan kakek. Sedangkan dari golongan perempuan terdiri dari ibu, anak perempuan, saudara perempuan, dan nenek. [2]. menurut hubungan perkawinan terdiri dari duda atau janda. Para ulama, berdasarkan al-Qur’an dan Hadits, menetapkan apabila semua ahli waris ada, maka yang berhak mendapatkan warisan hanya anak, ayah, ibu, janda atau duda.
Pembagian (Fara’idh) sudah ditentukan sejak adanya Al Qur’an, jadi kalau ada ulama yang berbeda dengan Al Qur’an maka mohon maaf saya sebut ulama jadi-jadian yang biasanya ulama yang berprofesi TOTONAN UMAT bukan TUNTUNAN UMAT
Bagaimana Warisan Kini?
Telah lama Rasulullah mempredeksi bahwa ilmu waris disebut juga ilmu faraid adalah ilmu yang pertama kali tak berfungsi dan dilupakan umat Islam. Rasulullah bersabda, “belajarlah ilmu faraid dan ajarkan kepada orang lain. Ilmu faraid adalah separuh ilmu Islam. Ia adalah ilmu yang pertama kali akan dilupakan dan terhapus dalam komunitas Islam”. Di riwayat lain Rasulullah bersabda, “ilmu hanya ada tiga, selainnya hanya anjuran saja. Yaitu, ilmu tentang ayat muhkam dalam kitab suci, hadits Nabi Muhammad, dan ilmu faraid yang adil (faridhatun ‘adilatun).
Sepanjang pengetahuan saya Nabi Muhammad s.a.w adalah orang yang sanat optimis dan tidak akan pernah ragu sedikitpun, jadi tidak mungkin beliau bersikap apatis dan skeptis seperti itu
Apa yang diprediksi Nabi itu belakangan makin menemukan pembenaran. Publik Islam, terutama Indonesia, banyak yang tak memperhatikan pembagian waris dalam Islam. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa umat Islam Indonesia lebih menyukai pembagian waris dalam hukum perdata sekuler ketimbang hukum waris dalam Islam. Bahkan, tak sedikit tokoh-tokoh Islam yang meninggalkan pembagian waris menurut hukum Islam. Ini, salah satunya, karena formulasi pembagian waris dianggap bertentangan dengan semangat kesederajatan laki-laki dan perempuan, semangat modernitas yang nyaring disuarakan belakangan.
Kesetaraan derajat antara wanita dan pria bisa terjadi kalau WANITA PUNYA BURUNG SEPERTI PRIA 😀 hehehe
Salah satu yang kerap menimbulkan pro kontra menyangkut hukum waris Islam adalah ketentuan 2:1 antara anak laki-laki dan anak perempuan. Menghadapi kenyataan ini, para ulama Indonesia terlibat dalam sikap pro dan kontra. Pertama, ulama yang ingin tetap konsisten menerapkan ketentuan 2:1 tersebut dengan mengacuhkan pembagian sama rata yang diterapkan hukum perdata sekuler. Menurut mereka, apa yang ditetapkan secara harfiah dalam al-Qur’an tak bisa dibantah. Ketika al-Qur’an sudah menetapkan aturan apalagi dengan menyebut angka, maka ia tak boleh diambil pengertian lain. Angka itu tak boleh diubah dengan dinaikkan atau diturunkan. Tapi, sejauh yang bisa dipantau umat Islam yang mengikuti ulama pertama ini adalah sangat sedikit.
Ingatkah kalian tentang perbedaan perang Badr dan perang Uhud ?!
Insya Allah, dalam pemahaman saya bukan kwantitas yang menjadi skala prioritas tapi kwalitas umat islamnya yang lebih diutamakan.
Buktinya bangsa Indonesia yang nota bene mayoritas beragama Islam, kwalitasnya rata-rata seperti sampean 😀
Kedua, ulama yang coba memperbaharui makna hukum waris Islam itu. Menurut mereka, hukum waris tak boleh dilihat dari angka-angka yang ditetapkan, melainkan dari semangat keadilan yang tersimpan di balik angka itu. Dengan demikian, bagi kelompok kedua ini, tak masalah sekiranya formula 2:1 itu diubah. Pada zaman Nabi, demikian mereka beragumen, 2:1 itu sudah menyuarakan keadilan. Dalam tradisi masyarakat Arab, dari dulu hingga sekarang, perempuan tak dibebani untuk mencari nafkah. Ketika mereka menikah, jika bagian anak perempuan adalah utuh, maka bagian 2 buat anak laki-laki akan dibagi dengan istrinya. Kini, pada zaman dimana yang mencari nafkah tak hanya laki-laki melainkan juga perempuan, maka kebutuhan untuk mengubah struktur dan formula angka-angka waris itu adalah keniscayaan.
Dengan dasar itu, mereka menuntut tak hanya bagian anak perempuan yang harus diadaptasikan dengan konteks, melainkan juga bagian bagi seorang janda. Dalam Qur’an (al-Nisa’ [4]: 11) disebutkan bahwa jika istri meninggal tanpa meninggalkan anak, maka si suami (duda) mendapatkan seperdua atau separuh dari harta yang ditinggalkan. Dan jika memiliki anak, maka si suami (duda) mendapatkan seperempat. Namun, sebaliknya, jika suami wafat tanpa anak, maka si istri (janda) akan mendapatkan seperempat dari harta yang ditinggalkan. Dan jika ada anak, maka si istri (janda) akan mendapatkan seperdelapan. Ketentuan ini, menurut kelompok kedua itu, lahir dari sebuah fakta saat ketentuan itu diundangkan di mana istri tak mencari nafkah dalam keluarga. Sementara fakta kehidupan keluarga sekarang, sekurangnya di Indonesia, menunjukkan bahwa yang menanggulangi beban nafkah keluarga tak hanya suami melainkan juga istri. Bahkan, tak sedikit kenyataan dimana istri menjadi tulang punggung utama keluarga ketika suami tak mungkin mencari nafkah, dengan berbagai alasan.
Mempelajari dan menghayati makna dalam pengkajian ayat-ayat Al QUr’an tidak hanya sekedar Tekstual dan Kontekstual tetapi harus juga secara Relasional
Dengan argumen itu, ulama kedua ini mengusulkan adanya perubahan angka-angka waris itu. Namun, sebagaimana umum diketahui, pandangan ulama kedua ini mental di tangan ulama pertama. Ulama kedua ini distigma sebagai kelompok yang ingin mengubah hukum Allah. Tak jarang mereka dimurtadkan, sehingga darahnya boleh ditumpahkan. Padahal, mereka tak hendak meninggalkan hukum waris dalam al-Qur’an, melainkan ingin memangkap spirit dan wawasan moral-etis al-Qur’an. Mereka berkata bahwa hukum waris dalam al-Qur’an itu turun dalam sebuah konteks, bukan datang sekonyong-konyong tanpa melihat tradisi dan struktur masyarakat Arab ketika itu.
Wah… hiperbolis sampean, sampai detik ini tidak ada satupun peristiwa pembunuhan antar ulama gara-gara salah persepsi ayat-ayat tentang warisan dalam Al Qur’an
Ketiga, belajar dari dua kelompok itu, maka muncul kelompok ketiga yang ingin keluar dari dua titik ektrem itu. Mereka mengakui bahwa angka-angka waris itu sudah jelas terpampang dalam al-Qur’an. Tapi, mereka tak bertindak lugu dengan berfokus pada teks dengan mengabaikan konteks. Mereka mengakui pula bahwa ada masalah sekiranya angka-angka waris itu diterapkan begitu saja dalam konteks masyarakat Indonesia yang berbeda tradisi dan kebiasaannya dengan masyarakat Arab ketika aturan itu diundangkan. Namun, mereka tak cukup nyali untuk melakukan transformasi sebagaimana ditempuh kelompok kedua. Akhirnya, mereka menempuh cari hibah. Para orang tua membagi hartanya melalui mekanisme hibah kepada anak-anaknya secara rata, dan menyisakan sedikit saja untuk kepentingan hidup orang tua. Jalan hibah ini memang tak difatwakan para ulama. Tapi, para ulama itu tak melarang dan cenderung mendiamkannya berlangsung di dalam masyarakat.
Di luar tiga kelompok ulama itu, banyak umat Islam Indonesia yang meninggalkan hukum waris Islam karena mereka tak mengerti bagaimana membagi harta warisan. Menurut mereka, hukum waris Islam terlalu rumit untuk dipahami. Tak banyak juga ulama Islam Indonesia, mulai pusat sampai daerah, yang tahu tata cara pembagian waris dalam Islam. Makin terbatasnya ulama yang ahli di bidang ilmu waris kian menambah tak laku dan tak berjalannya hukum waris di kalangan umat Islam. Akhirnya, yang menjadi panduan dalam pembagian waris adalah hukum perdata sekuler bukan hukum waris Islam.
Rekan-rekan seiman islam, perlu diketahui @Mister Abdul Moqsith Ghazali termasuk anggauta TIM PENYUSUN HUKUM BAGI WARIS versi YAHUDI. 😛 Untuk sementara saya hanya mengingatkan @Mas Djarkoni saja, sebelum saya update kembali (ulasan detail untuk Case 2)
Gagasan tentang harta bersama (gono-gini) dan sistem Bilateral yang dikemukakan Prof. Dr. Hazairin, SH. dijadikan landasan pemikiran bagi sumber hukum waris di Indonesia, padahal kita tahu pembagian harga gono-gini adalah warisan bangsa Belanda (non Islam), tapi apapun itu karena tatanan masyarakat secara umum sudah menerimanya, namun demikian bukan berarti boleh dikaitkan dengan hukum waris Islam, karena sistem bagi waris berlaku hanya jika sipewaris sudah wafat, kalaupun masih hidup bentuknya juga bukan waris tetapi berupa wasiat atau hibah.Banyak kalangan hamba hukum yang menyadari hal tersebut nanum secara diam-diam dan menghanyutken beberapa ahli hukum mengotak-atik gathuk efek domino dari diberlakukanya UU No. 3 thn 2006 dimana Pengadilan Agama mempunyai kewenangan absolut atas penyelesaian sengketa waris yang subyek hukumnya adalah orang yang beragama Islam.
Jujur saja saya tidak perduli dengan sistem hukum di Indonesia atau dimanapun yang amburadul, Banyaknya pesan sponsor dari wacana tuntutan bahwa materi hukum waris di lingkungan Peradilan Agama Islam harus mampu mewadahi kepentingan dan kebutuhan kultur masyarakat Indonesia yang cenderung bersifat bilateral. Lha inipan aneh sekali, yang namanya Peradilan Agama Islam sudah selayaknya cukup hanya mewadahi kepentingan dan kebutuhan kultur masyarat Islam tok,
Tidak ada satu ayat Al Qur’an pun yang menyiratkan bahwa anak-anak boleh mengambil Hak Waris selagi kedua orang-tua masih hidup. ?!
Note:
Perlu sampean ingat, seorang tua yang baik (apalagi ibu) mampu menahan lapar dan menderita demi anak-anaknya, bahkan banyak yang sampai mencuri atau melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan Agama demi menopang kelangsungan hidup sang anak.
Bukankah suatu bentuk penghinaan jika seorang ibu menurut @Hamba A. meributkan warisan demi perutnya sendiri ?!
Apa artinya perjuangan hidup dan mati saat melahirkan ?!
Apa artinya menyusui 30 bulan ?!
Apa artinya membesarkan, mengasuh dan melindungi dengan segenap kemampuannya sampai sang anak bisa melangsungkan generasi berikutnya ?!
Case 3:
KAJIAN
Judul : Warisan Anak Perempuan Tunggal
Kategori : Waris
Nama Pengirim : Lies Wiendarti
Tanggal Kirim : 2004-06-07 14:10:23
Tanggal Dijawab : 2004-06-08 10:39:16
________________________________________________________
Pertanyaan
Assalamualaikum, Ustadz yang terhormat, Saya ingin bertanya mengenai Siapa sajakan ahli waris dari seorang Ibu yang mempunyai anak perempuan tunggal. Almarhumah mempunyai harta dari usaha sendiri bukan peninggalan suaminya.
Mantan suaminya sudah lama meninggal tanpa harta dan tidak mempunyai saudara kandung maupun orang tua lagi. Sedangkan anak perempuan tunggalnya telah mempunyai 3 orang anak lelaki dan 1 orang cucu perempuan.
Almarhumah sendiri mempunyai 3 adik lelaki (1 telah alm. dg 4 orang anak) dan 2 adik perempuan.
Atas penjelasannya saya ucapkan jazakumullah…
Wassalamualaikum.
________________________________________________________
Jawaban
Assalamu `alaikum Warahmatullahi Wabaraktuh
Alhamdulillah, Washshalatu wassalamu `ala Rasulillah, wa ba�d.
Dari keluarga yang anda sebutkan, yang mendapatkan waris adalah anak wanita serta adik-adik almarhumah. Sedangkan cucu atau anak dari anak wanitanya, tidak mendapatkan warisan karena adanya ibu mereka yang mendapatkan warisan sebagai anak wanita. Demikian juga adik yang sudah meninggal tidak mendapatkan warisan, bila meninggalnya lebih dahulu dari ibundanya. Maka adik-adiknya itu hanya berjumlah 4 orang saja yang terdiri dari 2 laki dan 2 perempuan.
Anak wanita satu-satunya itu mendapatkan harta warisan separuh [1/2] dari total harta sang ibundanya. Dan sisanya yang setengah itu dibagikan secara merata kepada para adik-adik almarhumah dengan ketentuan yang laki-laki mendapat 2 kali lebih besar dari yang wanita.
Maka cara menghitungnya kita buat seolah-olah adik-adiknya itu bukan ada 4 orang tetapi enam orang, sebab setiap satu laki-laki kita hitung 2 orang. Jadi mari kita bagi [1/2] menjadi enam hasilnya adalah 1/12. [1/2] : 6 = 1/12. Maka jatah adik wanita adalah 1/12 dan adik laki adalah 1/12 x 2 = 1/6.
Secara tabel bisa kita buat demikian :
Ahli Waris | Jatah | Samakan Penyebut | Prosentase |
1. Anak Wanita Tunggal | 1/2 | 6/12 | 50 % |
2. Adik laki-laki [1] | ashobah | 2/12 | 16,67 % |
3. Adik laki-laki [2] | ashobah | 2/12 | 16,67 % |
5. Adik Wanita [1] | ashobah | 1/12 | 8,33 % |
6. Adik Wanita [2] | ashobah | 1/12 | 8,33 % |
Informasi: info@syariahonline.com
Perhatikan secara Tekstual, Kontekstual dan Relasional, pada kasus ini sangat jelas secara relasional penyelesaian harus secara halaka.
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَـنِ الرَّجِيمِ
يَسْتَفْتُونَكَ قُلِ اللَّـهُ يُفْتِيكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۚ إِنِ امْرُؤٌا۟ هَلَكَ لَيْسَ لَهُۥ وَلَدٌ وَلَهُۥٓ أُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَ ۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ إِن لَّمْ يَكُن لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَإِن كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثَانِ مِمَّا تَرَكَ ۚ وَإِن كَانُوٓا۟ إِخْوَةً رِّجَالًا وَنِسَآءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْأُنثَيَيْنِ ۗ يُبَيِّنُ اللَّـهُ لَكُمْ أَن تَضِلُّوا۟ ۗ وَاللَّـهُ بِكُلِّ شَىْءٍ عَلِيمٌۢ
Yastaftuunaka quli allaahu yuftiikum fii alkalaalati ini imruun halaka laysa lahu waladun walahu ukhtun falahaa nishfu maa taraka wahuwa yaritsuhaa in lam yakun lahaa waladun fa-in kaanataa itsnatayni falahumaa altstsulutsaani mimmaa taraka wa-in kaanuu ikhwatan rijaalan wanisaa-an falildzdzakari mitslu hazhzhi aluntsayayni yubayyinu allaahu lakum an tadhilluu waallaahu bikulli syay-in ‘aliimun
Mereka meminta fatwa kepadamu tentang kalalah. Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang halaka (yaitu) : jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak DAN mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; TETAPI jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 4:176)
Note:
Banyak terjemah hanya menggunakan kata “kalalah” yang artinya katanya 😀 “Seseorang wafat dengan tidak meninggalkan ayah dan anak“, sedangkan secara tekstual tertulis kata “kalalah” (al kalaalati) dengan kata “halaka”
Halaka From Wikipedia, the free encyclopedia
- Halaka (Jewish law and rituals), the collective body of Jewish religious law
- Halaka (One of the old Persian appellations of the sun) In the “Bundehasb”, the sun is spoken of as Halaka, the cock, the enemy of darkness and evil, which flee before his crowing. See also: Alectryon (mythology)
_______.:: End ::._______
😀
Wassalam, Haniifa.
Samaranji said
Pertamax… hadir… 😀
Saya mencoba contoh yg pertama di atas di sini :http://www.faroidh.webs.com/faroidh.html
eee… ternyata hasilnya sama dengan asumsi dlm buku KOMPILASI HUKUM KEWARISAN tsb. Akhirnya jadi olok2an Ali Sina Baba ituh ya…
😀
Samaranji said
Pertamax hadir… 😀
Contoh pertama di atas saya masukkan datanya di sini http://www.faroidh.webs.com/faroidh.html
eeee… ternyata hasilnya sama dengan yg ada dlm buku tsb?
Mmmmh… apa emang pembuat software tsb masih pake sempoa Yahudi? Hehe… 🙂
Matur nuwon lho, sudah dibantu kroscek. 😀
Sejujurnya saya pernah kasih komen sama pembuat software sempoa itu… duh, mungkin mereka masih belum sadar efek dominonya :
1. Mengurangi takaran.
2. Memakan dan atau mendzolimi anak-anak yatim.
3. Memakan dan atau mendzolimi janda.
Astaghfirullohal adzim, semoga kita dijauhkan dari kesilafan maupun kehilafan tersebut, Amiin.
agorsiloku said
Kang Semesta, terimakasih link-nya untuk faroidh ini. Udah saya coba…. wah… menurut saya aplikasinya masih harus dibenahi. Saya setuju dengan komen Kang Mas Haniifa, semoga kekhilafannya segera diperbaiki…..
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
Hatur tengkiu, apresiasinya.
dedekusn said
Kang apa ada software faroidh yg sesuai dgn AQ? yg tdk menggunakan sempoa Yahudi? 🙂
حَنِيفًا said
@Kang Dede Kusn
Insya Alloh, baru mau ada… sedang dirancang sama @Kang Agorsiloku, sambil melihat perkembangan selanjutnya sampai finish (pro & kontra), next time bikin artikel Algoritma Bagi Waris… bantuan yah… 😀
Samaranji said
Yang jadi kunci mungkin ini ya, Abah?
FARO’IDH itu BAGI-an (devide) bukan TAMBAH-an (add).
Saya koq jadi ingat waktu SMP dulu dikasih soal ama Pak Guru (ini hanya contoh sederhana, sangat sederhana, tidak terkait dengan hukum waris) begini…
===================
Seorang Ayah punya 19 kambing, dan bermaksud membagi pada ketiga anaknya. Ditetapkan si Sulung mendapat bagian 1/2, si Tengah mendapat 1/4, si Bungsu mendapat 1/5. Tanpa harus ada “kambing yang dipotong”, berapa yang didapat masing2 anak tersebut?
===================
Saat itu saya kira ya cukup 1/2 x 19 : 1/4 x 19 : 1/5 x 19. Pembagian ini justru ribet dan harus ada “kambing yang dipotong” Itupun masih ada sisa 😦
1/2 x 19 = 9,5
1/4 x 19 = 4,75
1/5 x 19 = 3,8
Total = 18,05 (kurang dari 19)
Ternyata ada metode (mungkin katrok, tapi mudah dimengerti), Si Ayah pinjem 1 (satu)”kambing tetangga” hingga jumlahnya jadi genap 20, truss tinggal dibagi deh
1/2 x 20 = 10
1/4 x 20 = 5
1/5 x 20 = 4
Total = 19 (case closed)
Tapiiii… dengan memahami apa yang Panjenengan posting di atas, Subhanallah… saya jadi inget juga adanya KPK (bukan Komisi Pemberantasan Korupsi siiih, tapi Kelipatan Persekutuan terKecil… hehe)
KPK dari bilangan bagi 1/2 yakni 2, 1/4 yakni 4, dan 1/5 yakni 5 adalah 20. Dengan demikian akan memudahkan penghitungan.
1/2 x 20 : 1/4 x 20 : 1/5 x 20 = 10 : 5 : 4
si Sulung dapet 10
si Tengah dapet 5
si Bungsu dapet 4
Total = 19 (peri peri kelirrr)
bahkan tanpa harus pinjem “kambing tetangga”
Inget kambing jadi inget domba
Muahahaha 😀
Tapi hintungan yg sy sampaikan di atas gak ada hubungannya dng hukum waris sesuai Al Qur’an, cuman saya jadikan untuk memahami ayat2 Alloh Ta’ala. Makasiiih. 🙂
حَنِيفًا said
😀
Kembali kasih, my best bro
Samaranji said
Terharu saat baca ini :
“Maka apabila manusia ditimpa bahaya ia menyeru Kami, kemudian apabila Kami berikan kepadanya nikmat dari Kami ia berkata: “Sesungguhnya aku diberi nikmat itu hanyalah karena kepintaranku“. Sebenarnya itu adalah ujian, tetapi kebanyakan mereka itu tidak mengetahui. (QS 39:49)
Maha Benar Alloh, atas segala firman firman-Nya.
Amiin
Hamzah Raihan said
Melu ngluyu wae kang Haris
agorsiloku said
Kalau si mati hanya meninggalkan seorang anak perempuan saja, maka mendapatkan bagian setengahnya. Yang setengahnya lagi dibagi lagi kepada yang berhak, tapi kalau tidak ada lagi kakek, nenek, paman, dst, hanya anak perempuan satu-satunya saja yang menjadi ahli waris, maka tetap saja aturannya mendapatkan setengah dari harta waris. Yang setengahnya lagi kemana?. Yang setengahnya, sesuai aturan AQ diberikan lagi ke pada anak perempuan tersebut. Begitu seterusnya sehingga hitungannya = setengah bagian + 1/2 x setengah bagian + … atau = 0,5 + 0,25 + 0,125 + 0,0625 + …. limit = 1 juga. Jadi anak dengan aturan AQ ini, tetap si anak perempuan tadi mendapatkan 100% dari nilai warisan……
Betul begitu Kang…..
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
😉 😀
Mantab’s tenan, my best bro
SITI FATIMAH AHMAD said
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Haniifa…
Subhanallah, perbahasan ini sangat panjang dan diperjelaskan dengan hujjah yang mengikut hukum waris dalam pembahagian harta pusaka menurut al-Quran yang menunjukkan keadilan Allah dan kebijaksanaan-NYA dalam mengurus kehidupan makhluknya yang tentu tanpa diberi ilmu akan menjadikan manusia saling berebutan dan tamak haloba sehingga mereka yang berhak ditindas.
Saya masih belum menguasai dengan baik akan perhitungan ini dan berusaha memahaminya.
Terima kasih mas atas keterangan yang panjang dan bermanfaat ini.
Salam hangat dan hormat selalu buat mas Haniifa yang baik. 😀
حَنِيفًا said
Wa’aiaikum Salaam wr.wb @Mba SFA
😀
Terimakasih dan salam hormat selalu.
agorsiloku said
Komentar balik dari http://agorsiloku.wordpress.com/lembar-tamu/#comment-33182
saya jawab di sini saj, sepertinya lebih tepat di sini.
@Kang Haniifa, Kalau Ali Sina dalam tulisannya membuat kesimpulan bahwa firman Allah itu tidak adil dalam kerangka berpikirnya atau tidak meyakini kebenarannya, itu tanggung jawabnya kelak.
Catatan dari contoh Akang ini, buat saya belum jelas juga lho. Di ayat rujukan, tidak dijelaskan anak laki-laki dapat bagian berapa?. Yang ada : … Jika anak perempuan seorang saja, maka ia memperoleh separo harta.
Maka perhitungan :
Isteri (Janda punya anak) = 1/4 x Rp 7 Juta =RP 1.750.000,-
Isteri (Janda tanpa anak) = 1/8 x Rp & Juta = Rp 875.000,-
Anak Laki-laki (sisanya) = 7 Juta – 1,75 Juta – 0,875 Jt = RP 4.375.000,-
Jika Anak dari almarhum anak perempuan, maka separo harta, maka yang anak perempuan mendapatkan Rp 3.500.000,-
Akibat hitungan ini maka ada sisa Rp 875.000,-. Sisa ini kemudian dibagikan kembali sesuai dengan komposisi yang ditentukan 1/4 : 1/8 : 1/2
dan hasil akhirnya sama dengan yang Akang hitung, yaitu masing-masing 2 juta, 1 juta, dan 4 juta.
Ketika saya cek ke :http://www.faroidh.webs.com/faroidh.html
Karena tidak ada pilihan kualifikasi isteri, malah jatah untuk anak laki jadi Rp 6.125.000,- dan jatah isteri masing-masing 1/8 dibagi dua, yaitu Rp 437.500.
Jadi, Kang di sinipun saya masih mendapatkan hitungan yang berbeda antara anak laki dan perempuan. Ataukah langsung saja dihitung anak laki-laki sama dengan anak perempuan (setengah bagian?).
Hatur tengkyu, agor
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
Alhamdulillah, and hatur tengkiu sudah di ingatkan kehilafan sayah…. hikz.
___________________________________
Kasus 1:
Jika si Fulan meninggalkan harta waris 7 juta, dengan 2 istri dan 1 ANAK LAKI-LAKI.
Maka:
Harta waris => 1/8 Istri A, 1 Anak Laki-laki A, 1/4 Istri-B
Harta waris => 1/8 : 8/8 : 2/8
Harta waris => 1 : 8 : 2
Nilai pembagi adalah 11 (sebelas)
Istri A = (1×7 juta) / 11 = 0.636364 Juta.
Anak Laki laki A => (8×7 juta) / 11 = 5.0909090 juta.
Istri B = (2×7 juta) / 11 = 1.272727 Juta
SISA = 0 😀
______________________________________
Kasus 2:
Jika si Fulan meninggalkan harta waris 7 juta, dengan 2 istri dan 1 ANAK PEREMPUAN
Maka:
Harta waris => 1/8 Istri A, 1/2 Anak Perempuan A, 1/4 Istri B
Harta waris => 1/8 : 4/8 : 2/8
Harta waris => 1 : 4 : 2
Nilai pembagi adalah 7 (tujuh)
Istri A = (1×7 juta) / 7 = 1 Juta.
Anak Perempuan A => (4×7 juta) / 7 = 4 Juta.
Istri B = (2×7 juta) / 7 = 2 Juta
SISA = 0
__________________________
Note:
Nilai pembagi adalah Faro’idh
Wasalaam, Haniifa.
agorsiloku said
Tengkyu lagi Kang, kian jelas, pembagian untuk anak laki-laki tadi bukan sisanya ya, tapi komposisi statistik tentang pembobotan nilai.
Pantes deh komentar akang di artikel :”…Woww… sampean keliru tenan, Al Qur’an memprioritaskan pembagian harta waris kepada ANAK KANDUNG LAKI-LAKI baru pada ANAK KANDUNG PEREMPUAN,.. dsb….”
Jadi contoh dari saya yang sisanya laki-laki itu keliru, karena semestinya dihitung :
Anak Laki-laki 1 bagian, Janda dgn anak laki-laki itu 1/8 bagian, dan Janda tanpa anak 1/4 bagian. Bukan hitungan pakai sisa-sisa-an……
Mudah-mudahan jelas ya Kang sehingga nggak usah pakai aul-aulan yang malah tidak memiliki makna secara ilmu statistik.
Alhamdulillah, Subhanallah…. semoga ummat menjalankan hukum waris sesuai dengan petunjukNya, tanpa usah kilik-kilik dengan ragam argumen. Padahal jelas sekali, Allah menegasi dalam akhir ayat QS 4:11,… ini adalah ketetapan dari Allah.
😀 Agor,
حَنِيفًا said
Alhamdulillah, Subhanallah…. semoga ummat menjalankan hukum waris sesuai dengan petunjukNya.
_________________________
Amiin
Keren tenan yah, kitab suci Agama Islam (Al Qur’an), ternyata sangat-sangat konsisten 😀
agorsiloku said
Betul Kang, sy udah coba simulasi waris dengan model yang Akang ajarkan, dan terasa bahwa struktur data yang disusun hanya satu model saja yang konsisten di seluruh aspeknya. Terasa juga ketika menyusun,pesan 1 bagian laki-laki = 2 bagian perempuan memiliki makna komprehensif dibanding pernyataan 2 bagian laki-laki = 1 bagian perempuan, Meskipun keduanya bernilai sama, tapi ketika menyusun pernyataan matematis keseluruhan akan berbeda makna dan hasilnya terhadap komponen ahli waris lainnya.
Subhanallah, beberapa hari ini saya mendapatkan pelajaran berharga.
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
Alhamdulillah, artinya pemahaman saya bahwa seorang ayah memberikan sepotong kueh dimaknai ada SATU MAKANAN yang diterima oleh sang anak, sama persis dengan pemahaman @Kang Agor.
Value Warisan => tidak ada peninggalan = 0
Value Warisan => ada peninggalan = 1
Value Hutang => tidak ada hutang = 0
Value Hutang => ada hutang = 1
Harta dibagikan = VW – VH
dus…
Jadi kita tidak boleh lupa kalau Harta dibagikan (warisan) ternyata minus (baca: banyak hutang) singkat kata menjadi hak dan kewajiban para ahli waris untuk membayar.
(kecuali dihibahkan oleh debt colektor 😀 )
Hukum Waris dan Kebingunganku…… « Sains-Inreligion said
[…] Lembar Tamuحَنِيفًا on Lembar Tamuzaena on Foto Bagian Dalam dan Pintu Ka…Mujizat Hukum Waris … on Daftar ArtikelMujizat Hukum Waris … on Lembar TamuRubon […]
eksak said
Assalamu ‘alaikum, Sahabat!
Atas saran Kang Samaranji, ane kemari! Alhamdulillah, penulis ternyata pro faraidh Islam. Beliau coba mengetengahkan pendapat JIL dan orang2 yg kontra Islam. Di mata mereka tentu aja semua yg kita yakini itu salah. Berpegang pada Qur’an terjemahan, mereka berusaha menjungkir balikkan tafsir.
Biarlah selama mereka masih ngaku Islam walopun dg embel2 liberal, mereka tetap bagian dari kita. Akhirnya musti balik lagi ke nafs-nafs! Karna wallahu a’lam…
Makasih! 😉
حَنِيفًا said
Wa’alaikum Salam @Kang Eksak
Atas saran Kang Samaranji, ane kemari! Alhamdulillah,
_______________________
Termakasih atas dukungannya, semoga Alloh membalas kebaikan @Mas Eksak dengan pahala yang berlipat ganda, Amiin.
Di mata mereka tentu aja semua yg kita yakini itu salah. Berpegang pada Qur’an terjemahan, mereka berusaha menjungkir balikkan tafsir.
________________________
Karena mereka dan kita sama-sama menggunakan Al Qur’an dan tafsir, maka ada baiknya kita kembalikan pada kitab induk (Al Fatihaah)
Perhatikan tanda waqab ∆ (lima) dan y (lam-alif, terdiri dari 2 huruf) jika saya tulis sebagai abtraksi matematis dari ∆y seandainya lam-alif TURUN PANGKAT (baca: fungsi turunan) maka penulisan y∆ padahal kita tahu posisi tanda waqab itu tepat berada kata ke 25 (baca: 52), selanjutnya pewaris tidak tentu oleh karena itu angka konstanta 5 menjadi variable bebas, katakanlah x.
y∆ = x2 ∆
Nilai fungsi WARISAN 😀
y = 1/2 x
Didapat :
1 y (anak perempuan) = 1/2 x (anak laki-laki)
Kalau ternyata mereka ahlul sempoa, tolong selesaikan kasus dibawah ini dengan menggunakan cara aul (awl) atau Kalkulus (akal bulus ) diferensial-integral.
Note:
Tolong kasih tahu mereka, penyelesaian tidak boleh pakai cara sayah dan atau cara @Kang Agor.
Wassalam, Haniifa;
Rubon said
Bukan suatu yang aneh lagi, jika konsep Diferensial-Integral (Fundamental theorm of Calculus) berasal dari Al Qur’an.
eksak said
Mereka gak tau, hukum waris dan pembagiannya di dalam
Islam punya aspek keadilan paling substansial. Bentuk keadilan dalam hukum waris Islam gak bergantung pada jenis kelamin, tapi pada substansinya. Keadilannya terletak pada keseimbangan antara hak dan kewajiban atau antara keperluan dan kegunaan.
Mungkin mereka pengen balik ke hukum waris pada masa jahiliyah yang bertolak belakang ama aspek keadilan dan jiwa kemanusiaan. Mereka pengen ngejadiin istri ayah mereka sebagai warisan buat anak-anaknya. Anak-
anak tersebut dibolehin nikah ama janda ayahnya yang notabene ibu tiri mereka sendiri. Selain itu, istri juga gak berhak dapet warisan sedikit pun dari harta warisan yang ditinggalin suaminya.
Pastinya mereka juga gak tau ama adanya ashabul furudh, waris ashobah dan dzawil arham! 😉
Coba cari referensi di kitab-kitab! Stiap bahasan fiqih pasti ada sub waris, matematika dan contoh kasus. Kitab yg notabene multi madzab pun gak bakal bertentangan tentang hukum penghitungan ini! 🙂
Rubon said
@Sdr/i Eksak
Apakah hak dan kewajiban antara Laki-laki dan Wanita sama ?!
Sudah pasti tidak sama, sebab laki-laki punya hak dan kewajiban sendiri begitu pula dengan kaum Wanita.
Jadi subtansi dari hak dan kewajiban antara Laki-laki dan Wanita, Harus sesuai dengan porsi masing-masing.
حَنِيفًا said
@Mas Eksak
Coba cari referensi di kitab-kitab! Stiap bahasan fiqih pasti ada sub waris, matematika dan contoh kasus. Kitab yg notabene multi madzab pun gak bakal bertentangan tentang hukum penghitungan ini!
_____________________________
Hatur tengkiu, infonyah 😀
Sayang saya baru menemukan ini saja yang sepakat :
“… dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua 😀 , maka bagi mereka dua per tiga dari harta yang ditinggalkan …” (QS 4:11)
arti sebenarnya dari kalimat: fauqa itsnataini adalah dua anak perempuan atau lebih
eksak said
.Hmmm… Di kalimat mana ane bilang subtansi laki2 dan perempuan sama? Bukankah ane mendasarkan pada keperluan dan kebutuhannya? Tentu aja gak bakalan sama! Apakah 2:1 itu sama?
Coba scroll pemahaman ente tentang fauqo itsnain ke ayat 12-nya! Well, Anak perempuan dapet 1/2, cucu perempuan dari jalur laki-laki dapet 1/6, so jatah keduanya mencapai 2/3 (1/2+1/6=3/6+1/6=4/6+2/3), trus sisanya buat saudara perempuan.
🙂
حَنِيفًا said
@Mas Eksak
Saya kira sampean mau mengkrucutkan perihal keutamaaan anak sebagai ahli waris, tetapi malah melantur kemana-mana nehhhh. 😦
Biarlah selama mereka masih ngaku Islam walopun dg embel2 liberal, mereka tetap bagian dari kita. Akhirnya musti balik lagi ke nafs-nafs! Karna wallahu a’lam…
________________________________
Jangankan mengaku Islam, mau mengaku nabi dan rasulpun sayah tidak gentar sedikitpun !!!
Bentuk keadilan dalam hukum waris Islam gak bergantung pada jenis kelamin, tapi pada substansinya. Keadilannya terletak pada keseimbangan antara hak dan kewajiban atau antara keperluan dan kegunaan.
_______________________________
Tidak ada tapi-tapian dalam syari’at ad diin Islam, justru subtansinya dari awal-awal sudah jelas ANAK KANDUNG LAKI-LAKI dan atau ANAK KANDUNG PEREMPUAN !!!
Coba scroll pemahaman ente tentang fauqo itsnain ke ayat 12-nya
______________________________
Jangan ber-dialektika kata SCROLL, tidak ada kata fauqo istnain pada ayat tersebut. !!!
Sekarang sampean tunjuken kepada sayah, ayat Al Qur’an dan atau hadits yang menyatakan bahwa: kata AN NISAA artinya hanya ANAK DAN CUCU BERJENIS KELAMIN PEREMPUAN
agorsiloku said
Ijinkan ikut Nimbrung.
Mas Eksak menyampaikan : “Mereka gak tau, hukum waris dan pembagiannya di dalam
Islam punya aspek keadilan paling substansial. Bentuk keadilan dalam hukum waris Islam gak bergantung pada jenis kelamin, tapi pada substansinya.”.
Buat saya pernyataan ini sedikit bias pengertiannya. Anak Laki-laki, Anak Perempuan, Ibu alm, ayah alm, Sdr Laki-laki alm, Sdr Perempuan alm, isteri alm adalah substansinya. Implementasinya (komposisi pembagian) adalah cita rasa keadilan. Jadi, ketika cita rasa keadilan (adalah sistem nilai/cara pandang) itu berbeda, substansi pembagian yang sudah ditetapkan Allah, kita apresiasikan berbeda. Lain halnya kalau Allah menetapkan tidak dengan angka-angka yang begitu jelas dan clear pengertiannya.
Mengenai “nisaa-an fauqa itsnatayni”, tanpa mengurai dari pengertian bahasa saja, kita tahu logika lebih dari dua itu artinya tiga, empat, dan seterusnya. Maka, jika pengertian lebih dari dua itu benar. Maka, yang dua bagaimana dunk?, tidak ada kriterianya pada model pembagian warisan. Jadi, sudah bisa dipastikan bahwa yang dimaksud itu adalah lebih dari satu atau lebih clear kalau dinyatakan dua atau lebih.
Mengenai pendapat Mas Eksak : “Coba scroll pemahaman ente tentang fauqo itsnain ke ayat 12-nya! Well, Anak perempuan dapet 1/2, cucu perempuan dari jalur laki-laki dapet 1/6, so jatah keduanya mencapai 2/3 (1/2+1/6=3/6+1/6=4/6+2/3), trus sisanya buat saudara perempuan.”
Nah ini, saya juga belum mengerti : “cucu perempuan dari jalur laki-laki dapet 1/6” dan “sisanya buat saudara perempuan.”, Bagian mana ya, dari ayat yang menjelaskan sampai pada pengertian ini. Saya sudah mencoba membuat rumusan pada blog saya di excell, lengkap dengan rumus-rumus berdasarkan pengertian saya terhadap ayat pewarisan. Tapi, saya belum berhasil menemui pengertian yang Mas Eksak maksudkan. Kalau ada, segera akan saya revisi lagi.
Terakhir, An Nisaa… wah… Kalau Nisa saya tahu, Ia cucu perempuan dari mertua saya yang baik hati. Tapi ini juga tidak ada di AQ dan juga hadis.
حَنِيفًا said
😀
Rubon said
@Sdr/i Eksak
Mohon petunjuk anda tentang ayat muhkamat perihal ahli waris mungkin saja terlewati, sebab yang terfahami sementara ini hanya:
Satu level di atas yaitu kedua orang tua: ayah dan Ibu
(mengenai paman dan bibi kandung bisa kita diskusikan berikutnya)
Satu level yang setara : saudara kandung, saudara sepersusuan
Satu level di bawah : anak-anak kandungnya
(mengenai anak asuhan bisa kita diskusikan berikutnya)
eksak said
Hey…hey… Ane ngedukung ente, napa malah ente matahin ane! Itu juga komen ane di awal diangkat lagi! Apakah ane minta ente buat gentar? Siapa juga yg ngebahas tapi2an dalam ad-din! Kalopun ada kan memang ada yg namanya dhorurot dan rukhsoh? Tolong baca smua yg ane tulisin, sblum ente nyerang balik! Anak udah pasti ashabul furudh! Bisa dijelasin yg laen?
Apakah ane minta ente nyari kata fauqo itsnain di ayat 12? Pemahaman, sob! Perhatikan itu!
Masalah dialek, ada yg salah dg kata scroll? Kenapa?
Apa menurut ente arti an-nisa’? Bukan perempuan? Untsaa-untsayaini-an nisaa… Jama’ dari untsa?
حَنِيفًا said
@Oom Eksak
Masalahnya bukan soal dukung mendukung atau kongkalikong… hehehe…
Lanjut…
Apa menurut ente arti an-nisa’? Bukan perempuan? Untsaa-untsayaini-an nisaa… Jama’ dari untsa?
___________________
Coba jelasken kenapa harus anak dan cucu (=>nisaa-an fauqa itsnatayni) ?!
(Ingat lho Nisa bayak sekali, jadi ingat @Kang Agor … muji sendiri.. 😀 )
Rubon said
@Sdr/i Eksak
Tolong berilah kami ayat yang Eksak , bahwa “anak dari anakmu” memperoleh 1/6 bagian ?!
eksak said
@all: Hehehe, ane mulai seneng ente gak emosi… Padahal skrg lagi jaman pilkada, koalisi kong kalikong boleh aja dong! Kayak boleh kan ane ambil tafsir buat ayat tsb, gak cuma plek terjemahan dan bedah kosakata! Ane sikat dari tafsir jalalain, dikaitkan ayat itu dg hadist bukhori yg diriwayatin oleh ibnu mas’ud! Karna hadist itulah asbabun nuzul ayat 11-12 ini.
Mengenai hadist-nya gk bisa ane kutipin disini karna kterbatasan karakter di hp ane. Maap! 😉 silahkan ente cari sendiri di shohih bukhori tentang hukum waris.
@rubon: hmm… Yg mana, ya? Apa ane nyebutin itu tadi?
Rubon said
@Sdr/i Eksak
QS 4:11-12 Tidak mengindikasikan “anak perempuan dari anak laki-lakinya” memperoleh 1/6 bagian
Jalur laki-laki dari Hongkong , sebab dalam QS 4:11 disebutkan anaknya hanya satu perempuan maka 1/2 , jika anak-anaknya semua perempuan dua atau lebih maka 2/3.
INI SANGAT JELAS SEKALI, TIDAK MUNGKIN ADA CUCU DARI PIHAK ANAK LAKI-LAKI
eksak said
Hai, rubon! Apa kabar yg dari hongkong? Gak ketemu cucunya di hongkong? #piss..
Santai, sob! Stiap ayat punya referensi yg jadi asbabun nuzulnya. Dan itu hadist! Dari tadi ente cuma berkutat di makna harfiah ayat. Oke, deh! Daripada ente pusing ane kutipin disini referensi ane:
Diriwayatkan dari Abu Musa RA bahwa dia ditanya mengenai jatah harta waris bagi seorang anak perempuan beserta seorang cucu perempuan dari jalur laki-laki dan seorang saudara perempuan. Abu Musa menjawab: “Anak perempuan mendapat separuh dan saudara perempuan mendapat separuh. Temuilah Abdullah bin Mas’ud, pasti dia akan berpendapat seperti saya”. Maka masalah itu ditanyakan kepada
Abdullah bin Mas’ud dan pendapat Abu Musa tersebut diberitahukan
kepadanya. Abdullah bin Mas’ud mengatakan: “Saya benar-benar tersesat dan tidak mendapat petunjuk jika saya mengikuti pendapat Abu Musa. Dalam masalah ini saya akan memberikan keputusan seperti yang pernah diputuskan oleh Nabi Saw, “Anak perempuan mendapat 1/2, cucu perempuan dari jalur laki-laki mendapat 1/6, maka jatah keduanya mencapai 2/3, sedangkan sisanya untuk saudara perempuan”. Abu Musa diberitahu mengenai
pendapat Abdullah bin
Mas’ud itu, kemudian Abu Musa berkata: “Kalian jangan bertanya kepada saya selama orang pandai itu (Abdullah bin Mas’ud) berada di tengah kalian”. [HR. Bukhori]
coba ente buka2 kitab tafsir, pasti hadist ini masuk sbg rujukan! Ane cuma ngingetin.. Ayolah terima berbagai dalil, biar kita gak kalah ama liberal2 itu! Yg pnting saling menguatkan dan gak bertentangan.
Skarang ane nanya! [boleh, kan?] dari sekian kasus yang kalian beber dari atas ke bawah dan subtansi penerima waris yg kalian tentukan presentase ampe jumlah nominalnya, manakah yg tergolong ashabul furudh, waris ashobah, dan dzawil arham? Trus gimana kalian menentukan waris dari umu walad dan budak kalo gk ada anggota kluarga laen? Kalian gak nyinggung itu ya?
Makasih!
Rubon said
@Non Eksak
Abu Musa kata Abdullah bin Mas’ud bla.bla.bla…
Abdullah bin Mas’ud “saya tersesat kalau tidak tanya Abu Musa”.
Abu Musa berkata: “Kalian jangan bertanya kepada saya selama orang pandai itu (Abdullah bin Mas’ud) berada di tengah kalian”
Yang matinya ABU GOSOK
Rubon said
@Non Eksak
Tolong jelaskan kenapa Abu Musa RA, tidak berani mempertanggung jawabkan porsi bagi waris ?!
حَنِيفًا said
@Mas Eksak
Sebelum ada kejelasan dari sampean maka saya tidak bisa memberikan apa-apa.
Dalam masalah ini saya akan memberikan keputusan seperti yang pernah diputuskan oleh Nabi Saw, “Anak perempuan mendapat 1/2, cucu perempuan dari jalur laki-laki mendapat 1/6, maka jatah keduanya mencapai 2/3, sedangkan sisanya untuk saudara perempuan”. Abu Musa diberitahu mengenai pendapat Abdullah bin Mas’ud
____________________
1. Kepada siapakah keputusan Nabi dijatuhkan perkara tersebut ?!
2. Apakah sesudah QS 4:11 atau sebelumnya, berikut alasannya ?!
3. Tolong berikan TKP nyah dimana ?!
Samaranji said
@Kang Eksak :
Itulah mengapa saya undang sampeyan ke sini, karena di sini… kita akan di ajak untuk lebih kritis menela’ah hadits. Insya-Allah. 😉
Samaranji said
Saya sendiri masih meraba2 dan berusaha memahami diskusi ini.
Jadi inget…. duuuh, besuk yang sy wariskan pada anak cucu apa yah? warisan Iman dan Islam sih harus….
Samaranji said
Kitab Taurot pun menjadi warisan ummat Yahudi, Firman Alloh Ta’ala kurang lebih artinya :
QS Al A’rof, 7:169. Maka datanglah sesudah mereka generasi (yang jahat) yang mewarisi Taurat, yang mengambil harta benda dunia yang rendah ini, dan berkata: “Kami akan diberi ampun”. Dan kelak jika datang kepada mereka harta benda dunia sebanyak itu (pula), niscaya mereka akan mengambilnya (juga). Bukankah perjanjian Taurat sudah diambil dari mereka, yaitu bahwa mereka tidak akan mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar, padahal mereka telah mempelajari apa yang tersebut di dalamnya?. Dan kampung akhirat itu lebih bagi mereka yang bertakwa. Maka apakah kamu sekalian tidak mengerti?
Dari sini kita belajar utk menjaga kemurnian Al Qur’an.
Samaranji said
Mohon ijin dulu… mau kerja shift siang, mudah2an ada sebagian yang bisa jadi warisan anak cucu pula kelak 🙂
Untuk semuanya terima kasih…
semoga ada penjelasan yang lebih sederhana yang mudah dimengerti oleh saya khusunya yg masih culun ini.
agorsiloku said
He…he… betul Kang Samaraji, saya hanya iseng komen saja. Mohon maaf ya. Pas nulis itu, karena terbetik dalam pikiran, kalau iman bisa diwariskan, maka saya malu sama anak saya, rasanya saya yang harus terima warisan dari anak saya…..
حَنِيفًا said
@Kang Eksak
Sebelum menjawab pertanyaan sampean, tolong pelajari, dan silahkan ambil keputusan sendiri, berikut ini saya kutip perihal pewaris dan ahli waris
sumber: http://media.isnet.org/islam/Waris/Gugur.html
Bagaimanakah NASIB SEORANG MU’MIN, terhadap MUSLIM atau sebaliknya ?!
حَنِيفًا said
Jika ciri-ciri seorang muslim itu sudah bersyahadat dan disunat ?!
Lalu bagaimana kah nasib balita laki-laki yang belum disunat dan belum bisa bicara ?!
حَنِيفًا said
Jika umat islam menerima secara mutlak hadits ini (atau sedikit percaya kebenaranya), karena berlabel Bhukhori-Muslim.
Tidakah kita merasa malu dengan jargon : “RAHMATAN LIL ‘ALAMIN”
agorsiloku said
Ini jadi kajian/topik yang menarik kalau mengurut ini. Muncul pertanyaan, bagaimana kalau bekerja pada orang kafir?, mendapat bantuan dari orang kafir?, diundang makan oleh orang kafir?, ngobrol dengan orang kafir?, pakai mobil bekas orang kafir?…. wah mewarisi apa?. Kang Samaraji malah bilang iman dan islam diwariskan pula 🙂 . Wah… kumaha atuh Kang…
حَنِيفًا said
Dimanakah gerangan rimayatmu doeloe ?!
Mari kita mulai dengan tekape sejarah periwayatannya, di Mekkah atau di Madinah ?!
Kalau jawabanya di Mekkah : Silahken coret sejarah tentang hijrah pertama kalinya umat Islam ke Abbisinia (Nashrani)
Kalau jawabanya di Madinah: Silahken coret serjarah tentang pemberian sekerat daging dari seorang wanita (Yahudi)
Catatan:
Menurut hemat saya, ada dua alasan kuat mengapa wanita yahudi tersebut memberikan daging kepada Rasululloh.
1. Wanita Yahudi itu tahu, bahwa daging itu haram bagi agama mereka.
2. Wanita Yahudi di Madinah tersebut membayar Jizyah (upeti atas jasa perlindungan dari serangan pihak luar) kepada Rasululloh
Samaranji said
@ Pak Agor : Masalah “warisan Iman Islam”? soalnya saya keingetan ama sebuah hadits yang menyebutkan bahwa Al Qur’an dan As Sunnah itulah yang ditinggalkan (scr tekstual bukan warisan) Rosululloh SAW utk kita, ada juga hadits bahwa Al ‘Ulama itu pewaris para Nabi.
Surga pun menjadi warisan kita dari Alloh Subhanahu Wa Ta’ala, Amin.
Firman-Nya kurang lebih artinya :
QS Al A’rof, 7:43. Dan Kami cabut segala macam dendam yang berada di dalam dada mereka; mengalir di bawah mereka sungai-sungai dan mereka berkata: “Segala puji bagi Allah yang telah menunjuki kami kepada (surga) ini. Dan kami sekali-kali tidak akan mendapat petunjuk kalau Allah tidak memberi kami petunjuk. Sesungguhnya telah datang rasul-rasul Tuhan kami, membawa kebenaran”. Dan diserukan kepada mereka: “ltulah surga yang diwariskan kepadamu, disebabkan apa yang dahulu kamu kerjakan”.
QS Maryam, 19:63. Itulah surga yang akan Kami wariskan kepada hamba-hamba Kami yang selalu bertakwa.
حَنِيفًا said
@Kang Samaranji
😉 😀
حَنِيفًا said
Silahkan bandingkan, subtansinya adalah sebagian harta umat Islam yang dibagikan !!!
note:
Yang berhak menerima zakat ialah:
1. Orang fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.
2. Orang miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.
3. Pengurus zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpulkan dan membagikan zakat.
4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah. 😦
5. Memerdekakan budak: mencakup juga untuk melepaskan muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.
6. Orang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.
7. Pada jalan Allah (sabilillah): yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufasirin ada yang berpendapat bahwa fisabilillah itu mencakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.
8. Orang yang sedang dalam perjalanan yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.
حَنِيفًا said
@Mas Eksak
Silahkan bandingkan, subtansinya adalah sebagian harta orang-orang kafir ditangan Rasulullah, studi banding buku tentang waris dan buku sejarah.
Trus gimana kalian menentukan waris dari umu walad dan budak kalo gk ada anggota kluarga laen? Kalian gak nyinggung itu ya?
Makasih!
_______________________
Sekali lagi setelah sampean membandingkan semua yang saya utarakan diatas ini, tolong satu saja yang tidak pernah disentuh oleh para ulama, maksud saya mari kita bicara HUKUM WARIS ISLAM MASA KINI :
Adakah dalil yang menyatakan ahli waris untuk bayi dalam kandungan ?!
(ingat kita hidup bukan di jaman gatotkaca pakai kolor … hehehe )
Wassalaam, Haniifa
eksak said
@rubon: ane gak ngejelasin sesuatu ama orang yg menyepelekan sahabat nabi!
@samaranji: cuma masalahnya Islam dan Iman yg kayak gimana yg musti kita wariskan ke anak cucu kita?
@hanifa: ente cewek, ea… Jadi gini, mbak, ente tau derajat hadits bukhori muslim? Apa ente cuma nganggep itu sbg label aja? Trus buat siapa sbenernya jargon [ane gk paham knp ente nyebut dg sbutan jargon] rahmatan lil alamin itu? Buat Rasulullah kah? Atau buat Qur’an kah?
Ane cuma muhdis bukan muhaddis, jadi ane cuma belajar dan ngikut [bukan ikut2an loh, ea…] jd ane percaya ama perawi hadist slama ane tau silsilah sanadnya terpercaya. Kalo gak, ngapain ane pake disini?
Hadits itu dari Rasulullah kpd Ibnu Mas’ud trus kpd Abu Musa! Ada setelah turun ayat 11-12, tkp di madinah!
Ane udah ngebaca uraian ente, tp ngejawab pertanyaan ane. Malah ente ngurai tentang orang yg gak nerima waris karna murtad. Kalo itu mah kawan yg baru blajar faroidh juga tahu, krna itu trmasuk syarat bisa enggaknya seseorang jadi ahli waris!
Okelah! Kita hidup di masa kini! Emang ane yang katrok, ane cuma belajar dari kitab2 kuno atau dibilang gak relevan ama jaman skarang. Okelah! Trus ente tau apa ummu walad? Wanita budak yg ngelahirin anak dari majikannya? Itu yg ane tanyain, ibu dan anaknya apakah berhak jadi ahli waris sedang keluarga si majikan gak ada? Apakah itu spenuhnya hak baitul mal? 😉
makasih! ‘n wassalaam…
Rubon said
Ooh… mohon maaf saya kira ABU GOSOK bukan sahabat nabi ?!
Maaf seribu maaf yah. 😆
Rubon said
My daughter artinya anak perempuan saya (tunggal/singular)
My daughters (pakai “s”) artinya anak-anak perempuan saya (jamak/plural)
“nisaa-an fauqa itsnatayni” adalah kata majemuk yang mengandung pengertian jamak/plural, contoh penggunaaan dalam bahasa Inggris adalah “daughters in law”
Jadi walaupun anak-perempuan saya sedang berkumpul dengan anak-anak perempuan lainnya (jamak) tetap saja saya akan mengatakan “my daughter”, kecuali ada dua atau lebih anak-anak perempuan saya yang berkumpul maka pengakuan menjadi “my daughters”.
Yang saya prihatinkan @Jeung Eksak menjawab: “It’s my daugters” ketika ditanya “Anak-perempuan siapa yang bermain dengan cucu kucing-betina ?”
Cucu perempuan jalur laki-laki dari Hongkong 😆 , sebab dalam QS 4:11 disebutkan anaknya hanya satu perempuan maka 1/2 , jika anak-anaknya semua perempuan dua atau lebih maka 2/3.
حَنِيفًا said
@Mas Eksak
@hanifa: ente cewek, ea… Jadi gini, mbak
__________________
Kalau bijituh sampean mulai sekarang sayah panggil dengan mBoe Eksak… hehehe… mbo-e= ibu-ibu pokja, eksak=pasti, dus .. sampean @mbo berkumis yang suka mangkal di tama lawang
[ane gk paham knp ente nyebut dg sbutan jargon]
__________________
Nah… bijimana menurut @mbo-e Eksak 😀 , tentang hadits ini :
“Tidaklah berhak seorang muslim mewarisi orang kafir, dan tidak pula orang kafir mewarisi muslim.” (Bukhari dan Muslim)
Monggo dijawab, ngak usah pakai tapi-tapian: betul atau tidak !!!
rahmatan lil alamin itu? Buat Rasulullah kah? Atau buat Qur’an kah?
__________________
Hanya orang-orang bodoh dan tolol saja, yang mengatakan Al Qur’an itu rahmatan lil ‘alamin sedangkan pembawanya tidak (Nabi), atau sebaliknya.
Contoh:
Rasulullah menyantuni anak-anak yatim, janda, fakir miskin tidak pandang bulu, apakah beragama Islam, Yahudi, Nashrani atau kafirun sekalipun. (base on Al Qur’an)
Rasulullah mengumpulkan zakat bagi umat Islam dan mengumpulkan Jizyah bagi selain Islam (base On Al Qur’an)
dus… pertanyaan sampean itu adalah pertanyaan yang sangat bodoh sekali, karena hanya katepenya saja yang beragama Islam, hati dan fikirannya amburadul … hehehe… 😀
jd ane percaya ama perawi hadist slama ane tau silsilah sanadnya terpercaya. Kalo gak, ngapain ane pake disini?
____________________
@mbo-e pasti, ngerti kata HADITS tapi tidak paham pengertian hadits sesungguhnya ?!
Silahken sampean cari dalam Al Qur’an arti dan makna hadits.
Hadits:
Nabi Muhammad s.a.w mengikuti (merunut) tatacara berhaji dari Rasul sebelumnya…. *** PAHAM SAMPEAN ***
Hadits itu dari Rasulullah kpd Ibnu Mas’ud trus kpd Abu Musa! Ada setelah turun ayat 11-12, tkp di madinah!
_______________________
Hua.ha.ha…. mana neeh yang benar !!! 😀
Sampean terjatuh karena tersandung batu.
Dari statement itu maka bisa dianalogikan: Sampean terjatuh dulu baru tersandung batu… hahaha… lucu tenan neeeh
Ane udah ngebaca uraian ente, tp ngejawab pertanyaan ane…. bla..bla..bla..
______________________
Dari sekian banyak tsb, absolute tidak ada satupun tanggapan dari @mbo-e yang masuk diakal sehat
Okelah! Kita hidup di masa kini! Emang ane yang katrok, ane cuma belajar dari kitab2 kuno atau dibilang gak relevan ama jaman skarang.
______________________
Alhamdulillah, saya mulai senang sama sampean selain jujur soal katrok ternyata cukup piaway sebagai pemain ketoprak kitab gundul… hehehe
Okelah! Trus ente tau apa ummu walad? Wanita budak yg ngelahirin anak dari majikannya? Itu yg ane tanyain, ibu dan anaknya apakah berhak jadi ahli waris sedang keluarga si majikan gak ada? Apakah itu spenuhnya hak baitul mal?
_______________________
😦
Paham sampean maksud yang tersurat dan tersirat dalam ayat ini ?!
Panggilah mereka (anak-anak angkat itu) dengan (memakai) nama bapak-bapak (haniifa say: BIN, IBNU MAJIKAN) mereka; itulah yang lebih adil pada sisi Allah, dan jika kamu tidak mengetahui bapak-bapak mereka, maka (panggilah mereka sebagai) saudara-saudaramu seagama dan maula-maulamu (haniifa say: marga, atau silsilah majikan). Dan tidak ada dosa atasmu terhadap apa yang kamu khilaf padanya, tetapi (yang ada dosanya) apa yang disengaja oleh hatimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (QS 33:5)
@mboe-mboe…, katrok bin konyol kok di ingue seeh ?! 😀
agorsiloku said
@ all,
Diskusi ini menarik, yang menarik buat saya esensi dari adanya hadis :Dalam masalah ini saya akan memberikan keputusan seperti yang pernah diputuskan oleh Nabi Saw, “Anak perempuan mendapat 1/2, cucu perempuan dari jalur laki-laki mendapat 1/6, maka jatah keduanya mencapai 2/3, sedangkan sisanya untuk saudara perempuan”. Abu Musa diberitahu mengenai pendapat Abdullah bin Mas’ud … dan ayat mengenai waris yang tidak menyebutkan pembagian seperti yang diuraikan pada hadis. Apakah dengan begitu, hadis itu secara otomatis tertolak (siapapun perawinya) atau mengotak-atik ayat yang sudah menjadi ketetapanNya. Ataukah, barang siapa yang menggunakan akalnya untuk memahami al Qur’an dan hadis, bersiaplah mendapatkan tempat duduk di neraka…. waduh….
حَنِيفًا said
@Oom Agorsiloku
😀 hahaha… sampean ternyata termasuk katrok bin konyol juga neeh
Haditsnya mah atuh insya Alloh, ada dan harus dipelajari juga, kontennya sudah tidak berlaku…. wah, piye neeh, jadi binun kabeh 😀
agorsiloku said
Nggak bisa atuh Kang (Mode on : Ngotot), nggak berlaku (masa ada hadis tidak berlaku), padahal yang menyampaikan sahabat Nabi yang juga dido’akan Nabi mendapatkan tempat di surga, yang datang dari kitab hadis masyhur pula.
Selain itu Kang, bagi waris untuk anak tunggal semata wayang non famili itu yang 0,5 menjadi satu bagian. Adakah referensi terdahulu yang mendukung pernyataan ini. Saya kok pusing benar cari referensinya.
Di sini : http://www.syariahonline.com/kajian.php/?lihat=detil&kajian_id=8167 malah saya lebih katrok lagi. Yang meninggal wanita (suami sudah tidak ada), anaknya juga mendapat hanya setengah bagian. Ini dasarnya apa lagi?
Rasanya nggak logis Kang, kalau hitungan 0,5 Bagian dibagikan terus menjadi satu bagian itu, tidak ada yang mendahului berpikir begitu?. Apa Agor yang berpikir di jalan yang katrok ya?.
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
Bejinih lho.
Nabi Muhammad s.a.w itu orangnya Adil, tapi beliau itu adalah pesuruh dari Yang Maha Adil makanya disebut Rasululloh.
Ketika beliau hidup dan memutuskan perkara tersebut (sesuai hadits) ya pasti adil dunk…. mosok tidak percaya seeh.. hehehe…
(ingat Rosululloh selama hidup ada di jazirah Arab, yang seluruh penulis hadits dsb)
Anehnya banyak kalangan (sejarahwan/ilmuwan) mengakui tiada silang sengketa permasalah bagi waris dari jaman Nabi hingga Khalifah pertama (Abu Baqr as Sidiq).
Artinya apa ?!
Abu Bakr as Sidiq berpedoman pada Al Qur’an, bukan pada katanya !!! 😀
Nah, sekarang @Kang Agor monggo pilih sendiri… mau katanya Nabi atau mau katanya Alloh.
Ingat :Jangankan katanya Nabi, …. Al Qur’an sudah memperingatken bahwa ada orang-orang mengatakan “….ini dari Alloh” padahal bukan 😦
Mengenai kasus-sah,silahken baca ulang artikel yang sudah sayah update.
Hatur tengkiu, Haniifa.
agorsiloku said
Kalau kata Nabi, haqqkueel yakieen tidak akan menyelisihi AQ.
Analisis waris yang Allah rincikan adalah analisis untuk memahami kalamnya, sekaligus memahami keteperincian pesanNya, khususnya dalam tema diskusi ini, sekaligus perenungan :”Seberapa berani ya ummat terpilih ini, memilih cara waris seperti yang ditegasi AQ” atau memilih cara-cara kompilasi.
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
Seberapa berani ya ummat terpilih ini, memilih cara waris seperti yang ditegasi AQ” atau memilih cara-cara kompilasi”.
_____________________________
Sampean mau bukti nyata ?!
1. Ketika Kakek saya alm, kami (para-cucu) tidak meributken warisan
2. Ketika Ibunda tercinta almh, kami (8 bersaudara, 4 laki-laki dan 4 wanita) juga tidak meributken.
3. Ketika ayahanda wafat, beliau hanya meninggalkan sepetak tanah 250 m2 diatasnya ada seupil rumah tua
Kondisi keluarga saat bagi waris:
Anak Perempuan :
a. 3 wanita tetap dalam Agama Islam, sudah berkeluarga
b. 1 wanita turut suami menjadi agama Yehova 😦
Anak Laki-laki:
a. 1 laki-laki wafat, belum berumah tangga.
b. 3 laki-laki sudah berkeluarga.
Alhamdulillah, walaupun saya anak laki-laki terkecil dan satu-satunya yang kondisi ekonominya “paling hebat” 😀 , semua saudara-saudari menyetujui dan sepakat atas usulan saya, dengan pembagian 10 serta komposisi 3 anak laki-laki dan 4 anak perempuan, (cukup alot juga seeeh, perbedaan Agama)
250m2 => 1/2 : 1/2 : 1/2 : 1/4 : 1/4 : 1/4 : 1/4
250m2 => 2 : 2 : 2 : 1 : 1 : 1 : 1
Perolehan:
Anak laki-laki = (250 m2/10 ) x 2 = 50 m2
Anak perempuan = (250 m2/10) x 1 = 25 m2
Alhamdulillah, sampai sekarang justru sayalah yang menempati rumah diatas tanah tersebut walaupun bocor sana – sini….
Bijimanah, perlukah sayah upload genteng yang bocor… hehehe
agorsiloku said
Masya Allah, Kang Haniifa mengikuti pesan tanpa reserve, Semoga sy bisa menjadi mengikuti langkah konsisten ini.
Kalau genteng yang bocor…. hik…hik… jangan diupload, saya tidak punya niat untuk membantu genteng rumah Akang yang bocor…….. ::D
Sy udah update lagi hitungan model Akang. Mudah-mudahan sudah sesuai…..
حَنِيفًا said
😉 😀
Samaranji said
Saya malah penasaran ama genteng bocornyaaah 😀
Kirain warisan Abah Haniifa tuh di Aceh sono, ternyata di Bandung ya?
حَنِيفًا said
Tawaran hanya berlaku untuk satu orang saja
eksak said
Bhahaha, gak perlu ane baca semua deh! Cukup ane baca bagian yg ngata2in ane aja! Itu udah setengah post lebih lo! Jd gak berasa keselip sana-sini! Dan santai, ente gak usah gentar! Ane gak bakal ngata2in ente balik, kok! Cukup ente aja yg berkuasa disini, ini blognya ente juga!
Baru denger juga ada hadist yg udah gak berlaku! Mungkin ente sendiri yg gak memberlakukannya? Ya, terserah ente lah! #terserah
ini bukan cuma pertunjukan tulisan, bah! [ane baru ngerti orang2 manggil ente, bah!] tapi juga pertunjukkan akhlak! Jdi tau, deh! Bhahaha, bah! Macam mana pula ini, bah?
Biar gak tambah makian buat ane, mending ane ngalah aja deh! Daripada tambah panjang ke bulan Ramadhan kan payah? Ya gak, bah? Dan biar ane yang minta maap! Mohon maap buat rekan skalian yg pernah ngebaca tulisan ane disini, terutama buat Abah Haniifa selaku pemilik blog ini, atas kesalahan dan kesalahpahaman ane! Mohon maap lahir batin, ya… Dan met menunaikan ibadah puasa buat kalian smua! 😉
حَنِيفًا said
@Oom Eksak
Siapa yang bilang hadits tidak berlaku… hahaha.. sampean kecing belum lurus yah..
Bus on the way… Sampean itu iibarat “???”… ngagugulung kalapa” 😀
Bejinih lho @Tante, haditsnya masih berlaku sebagai riwayat asbabun nuzul sedangkan isi haditsnya (perkataan Nabi) direvisi oleh ayat-ayat Al Qur’an (perkataan / wahyu Alloh).
**** PAHAM atau HAMPA ? ****
agorsiloku said
@ Kang Eksak, sebenarnya, agor sedikit penasaran, mengapa Akang tidak menjawab mengenai Anak perempuan dapet 1/2, cucu perempuan dari jalur laki-laki dapet 1/6, so jatah keduanya mencapai 2/3 (1/2+1/6=3/6+1/6=4/6+2/3) , padahal itu berbeda dengan yang ditegasi AQ 4:11 anaknya hanya satu perempuan maka 1/2 , jika anak-anaknya semua perempuan dua atau lebih maka 2/3 . Ulasan Akang itu penting terhadap perbedaan ini yang boleh jadi, membuka wawasan pemahaman baru, setidaknya untuk agor.
Sama-sama maaf bila salah kata, dan Met menunaikan ibadah puasa…
Agor.
Rubon said
@Kang Agor
Seandainya Fulan berusia 32 thn dan Saudara Laki-lakinya (George) berusia 30 tahun.
Struktur jalur laki-laki dari fihak George usia (30) yang punya anak bernama G. Junior (13) *** Asumsi : George mempunyai anak di usia 17 tahun***
Pertanyaan adalah :
Mungkinkah G.Junior (13 tahun) (keponakan Fulan) mempunyai ANAK PEREMPUAN ??
agorsiloku said
@ Kang Rubon yang kalem dan zakelik, G Yunior, meskipun sangat muda memang “umumnya” masih sekolah, belum lulus smp juga. Tapi, kalau usianya masing-masing bertambah 10 tahun, G.Junior, bisa saja punya anak perempuan. Namun, yang saya perhatikan, kan cucu itu ijma’, bukan ketentuan AQ. Ataukah pemahamannya memang sampai cucu/cicit….
Wassalam, Agor
Rubon said
@Kang Agor
Cucu tidak mendapatkan waris jika kedua orang tuanya memperoleh waris, sehingga cucu (baik laki-laki atau perempuan) bisa menggantikan posisi ke dua orang tuanya.
Misal:
G. Junior = Cucu laki-laki dari anak perempuan alm maka jatah G Junior = 1 bagian.
Mis. Nona = Cucu perempuan dari anak laki-laki alm maka jatah Mis. Nona = 2 bagian.
Rubon said
tambahan:
Cucu (laki-laki/perempuan) mengganti posisi orang tua jika ahli waris “orang tua cucu” wafat lebih dahulu.
Atau cucu mendapat warisan dari kakek berdasarkan garis keturunan orang tuanya. (Ayah / Ibu).
nadiananda said
Baca artikel ditambah ngemil Gorengan plus cabe nya.. Mantepp sangadh.. Jadi Semangat..!! 😛
حَنِيفًا said
@Nadiananda
Bijimana, sudah paham ?! 😀
Yastaftuunaka quli allaahu yuftiikum fii alkalaalati A ini imruun halakaB laysa lahu waladun walahu ukhtun…
Terjemaah by @Haniifa:
Mereka meminta fatwa kepadamu
(tentang kalalah)KALALAH. Katakanlah : “Allah memberi fatwa kepadamu tentang-kalalah-HALAKA (yaitu) : jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak DAN mempunyai saudara perempuan… (QS 4:176)A. Kalalah => Seseorang wafat dan tidak mempunyai Ayah serta tidak mempunyai keturunan (anak), tapi bisa mempunyai Kakek, Paman dan Saudara Laki-laki karena tidak mempunyai keturunan maka pasti tidak punya CUCU. 😀
B. Halaka => tidak mempunyai anak DAN mempunyai saudara perempuan
Jadi kalau tidak punya anak tapi punya saudara laki-laki maka kondisi HALAKA TIDAK DIPENUHI !!!
bus on the way…
Kondisi Kalalah bukan cucu perempuan dari pihak garis laki-laki, tapi yang dimaksud adalah anak-laki-laki atau anak perempuan dari saudara laki-laki dimana mereka sudah YATIM.
agorsiloku said
Masih bingung Kang,
1. Seseorang wafat dan tidak mempunyai Ayah serta tidak mempunyai keturunan (anak), tapi bisa mempunyai Kakek, Paman dan Saudara Laki-laki karena tidak mempunyai keturunan maka pasti tidak punya CUCU. –> anak alm sudah meninggal karena sakit malaria. Kan dua hal berbeda : Tidak punya anak (karena wafat kena malaria) dan tidak punya keturunan.
2. kalau alm tidak punya anak, punya saudara lk dan peremp. maka satu bagian sdr laki=2 bagian sdr peremp. Itu dihitung seperti kepada “kalau alm punya anak?” atau dari jumlah bagian untuk sdr peremp (yg 2/3 atau 1/6).
Wilujeng Shaum…..
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
😀 hehehe.. itu definisi Kalalah dari tafsir yang beredar, makanya saya tambahin sekalian … hikz.
Itu dihitung seperti kepada “kalau alm punya anak?” atau dari jumlah bagian untuk sdr peremp (yg 2/3 atau 1/6).
_________________
Pembagian menurut hukum KALALAH (Al Qur’an) :
Jika seseorang mati, baik laki-laki maupun perempuan yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu saja) atau seorang saudara perempuan (seibu saja), maka bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta. (QS 4:12)
=> Maksudnya Saudara-saudari kandung beda-BIN atau beda-BINTI atau beda-Bapak.
Pembagian menurut hukum HALAKA (Al Qur’an) :
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS 4:176)
=> Maksudnya saudara-saudari kandung sama-BIN atau sama-BINTI atau se-Bapa
Jadi bisa saja ada yang 1/6 bagian atau juga ada yang 1/2 bagian, atau kedua-duanya… bijimana masih binun ?!
Wilujeng syiam,kembali…
agorsiloku said
😀 halaka … buleud., tapi no 2. betul-betul pertanyaan yang butuh jawaban, soalnya sy agak bingung merumuskannya… sieun salah.
حَنِيفًا said
😉 dan sayah update juragan… hahaha, batal tah puasanyah 😀
Rubon said
@All
Nabi Adam a.s tidak punya Ayah tapi punya keturunan.
Nabi Isa Al Masih tidak punya ayah tapi “katanya” punya istri dan anak-anak perempuan.
YESUS tidak PUNYA AYAH dan TIDAK PUNYA ANAK
Rubon said
Tapi yesus punya bapak
Djarkoni said
?????????
حَنِيفًا said
@Mas Djarkoni
Wah… ada pahkar hukum neeh. 😀
Bisa sampean jelasken dari segi hukum dan bahasa, maksudnya apaan seeeh !
Tolong dibantu yahhh, jangan sampai seperti Ilmu Aj Jabr, habis manis sepah dibuang.
(hehehe.. dasar otak Yahudi Iran podo bae sama otak Syi’ah Iran, bisanya cuma plagiat. 😛 )
حَنِيفًا said
@Oom Djarkoni
Biar memudahken sampean, mari kita kupas tuntas dari segi bahasa definisi kata “HALAKA”
Jujur neeh, saya tidak bisa bahasa Arab bahkan baca ayat Al Qur’an pun terbata-bata 😀 tapi 1000% saya percaya Al Qur’an itu mujizat sepanjang masa.
=> Al Qur’an menggunakan bahasa lisan dan tulisan arab origin (jelas/terang benderang)
Jadi bukan bahasa Aram ( bahasa arab selengan kata @Oom Muslim ) apalaji bahasa Ibrani (Hebrew).
a. Contoh bukan bahasa aramic untuk kata “HALAKA”
Meaning of هلك in Almaany English Arabic Dictionary
– to die
– (to) perish
– pass away
(silahken cek sendiri kata “to die” dalam Al Qur’an )
b. Katanya: afwan jiddan (tasydid dal, doubel “d”)
Menurut para ahli sastra arab salah, sebab dalam kata afwan sudah mengandung makna kesungguhan, sedangkan kata “jiddan” mengandung makna kesungguhan hati. Padahal yang salah bukan itu saja, tetapi penulisannya juga salah atau sudah melenceng, sebab kata “jiddan” seharusnya tertulis “jidan” , ولتجدنهم = wa la tajidanahum … (perhatiken tidak di tasydid) (QS 2:96)
Nah, sekarang silahken sampean beri tanggapannya dari segi hukum ?!
dedekusn said
Subhanallah…..
Subhanallah,…
abifasya said
Yang muda yang bicara
Bicara dengan data dan fakta
Subhanallah
Kumplit euy ….
Ibu/bapak kang hanifa saat mengandung kang hanifa makan apa ya ?
meni pinter budak teh 🙂 🙂
حَنِيفًا said
@Kang Abi fasya
Yang dimakan pastinya makanan dunk, kalau yang diminum baru minuman… 😀
Hatur tengkiu juragan Apresiasinya.
name here said
Ternyata ada metode (mungkin katrok, tapi mudah dimengerti), Si Ayah pinjem 1 (satu)”kambing tetangga” hingga jumlahnya jadi genap 20, truss tinggal dibagi deh
1/2 x 20 = 10
1/4 x 20 = 5
1/5 x 20 = 4
[b]Total = 19 (case closed)[/b]
_______
^
Metode kagak bener tuhhhh…..
Kalo kambingnya 18 atau 17 thn hehe, hayo piye, pusing urang????
Kelebihan 1 atau 2 tuh…
Apalagi kalo nyang 21 thn, kurang 2 niih…..
[b](case un-closed aahh)[/b]
Nah lho…
cekixkix said
@Om name here
Klo kambingnye 21, kheknya lego dulu dong kambingnye nyang lebih dijadiin doku, baru elo bagiin khek gitu… Cekixkix..kix..kix.. 😀 😆
حَنِيفًا said
@Oom Name here
Kalo kambingnya 18 atau 17 thn hehe, hayo piye, pusing urang????
Kelebihan 1 atau 2 tuh…
________________________
😀 hehehe… sampean lucu tenan.,…
Justru kekurangan kambing bukan kelebihan
Puasa nggak sampean hari ini ?!
name here said
@حَنِيفًا
Lah pan dibulening ke 20 dulu mereun
Minjem 2 ‘Kambing tetangga’ kalo 18
Minjem 3 ‘Kambing tetangga’ kalo 17
Tonggone misuh-misuh, ” ‘ndi wedusku, mbok dibalikno”
Lah pan dah disate ama @Cekixkix
🙂 hehehe senyum akh…
Dereng, sisuk…
حَنِيفًا said
@Mas Name here
Minjem 3 ‘Kambing tetangga’ kalo 17
____________________
😀 Oh.. bejituh maksudnya.
Tonggone misuh-misuh, ” ‘ndi wedusku, mbok dibalikno”
____________________
Agar supaya peri klir, bagusnya saya copas post @Mas Samaranji
@Haniifa say:
1. Jelas yang dimaksud adalah bagi warisan berdasarkan WASIAT.
2. Jumlah kambing menjadi hanya 17
(asumsi ayah punya utang kambing 2, maka sisa kambing 19-2=17)
3. Syarat tidak ada “kambing yang dipotong”
Method pembagian:
1/2 x 20 = 10
1/4 x 20 = 5
1/5 x 20 = 4
[b]Total = 19 (case closed)[/b]
Bukti :
10 : 5 artinya 2 bagian berbanding 1 bagian, oleh karena itu pembagian kambing ke :
1. (A2)=>17-2 ; (B1)=>15-1 ; (C1)=>14-1
2. (A4)=>13-2 ; (B2)=>11-1 ; (C2)=>10-1
3. (A6)=>9-2; (B3)=>7-1 : (C3)=>6-1
4. (A8)=>5-2; (B4)=>3-1 ; (C4)=>2-1
Stop… sebab kambing hanya tinggal 1 ekor!!!
Si Sulung = 8 ekor
Si Tengah = 4 ekor
Si Bungsu = 4 ekor
Cek perbanding: 8 : 4 => 10 : 5 => 2 : 1
Alloh mensyari’atkan bagimu tentang anak-anakmu. Yaitu : bagian seorang anak lelaki sama dengan dua bagian anak perempuan (QS 4:11)
Sisa Kambing 1 ekor, dan sesuai dengan wasiat maka tidak boleh dipotong artinya kambing di pelihara oleh ketiga anak itu dimana kambing harus betina, agar supaya menghasilkan anak-anak wedus… hehehe… peri kelir toh
Dereng, sisuk…
________________
Lho kok ?!
cekixkix said
@Om Name here
Kheknya nyang paling pinter disini hanya ada 2 ekor, maksud aye elo ame gue doang… Cekixkix..kix..kix..
Buktinye aye pinter, gue kagak mau makan sate wedus hasil kwalat ame wasiat orang tua.
Bukti elo pinter, elo pasti ngerjain wedus betina sisa bagi nyampe beranak … Cekixkix…kix..kix..kix… 😀 😆
Kheknya para penonton mo tahu, siape nyang paling pinter antara elo ame gue ????
Klo, kambingnye beranak… menurut elo dibagiin ame siape tuh????
Nyang jelas bukan buat elo ame gue, ingat kita sama-sama ber-ekor…. Cekixkix..kix…kix…
Rubon said
@Sdr/i Name
Saya kira pemikiran anda sama dengan @Kang Agor yaitu berfikir terlalu fragmatis hingga melupakan hal-hal yang bersifat essensial.
Bilamana hal tersebut dilakukan, maka akan terjadi masalah yang perkepanjangan sebagaimana umumnya carut-marut bagi waris, pertama nilai harta waris menjadi sangat fluktuatif, dan dilain fihak akan menjadi polemik tersendiri jika dalam jangka 10 tahun G. Jurnior melahirkan anak kandung berjenis kelamin laki-laki
Pada point ini @Bung Name hanya melihat sisi kwantitas (jumlah) kambing, dan mengesampingkan : usia, berat serta kondisi kesehatan kambing.
Jadi kalaupun kita ngotot ingin membagikan secara kwantitas maka disini diperlukan kesabaran sampai ke 17 kambing tersebut beranak-pinak menjadi 19 ekor, dan saya kira hanya memerlukan beberapa bulan saja.
Cara yang paling tepat adalah seperti diatas dimana cukup hanya SATU ekor kambing yang melahirkan anak sehingga:
Si Sulung mendapat 8 + 1 iduk (sisa bagi) = 9 ekor
Si Tengah mendapat 4 + 1 anak kambing (sisa bagi) = 5 ekor
Si Bungsu mendapat 4 ekor
Faktanya bisa saja dalam kurun waktu yang bersamaan lahir 2 anak kambing, hingga pembagian.
Si Sulung mendapat 8 + 1 iduk (sisa bagi) + 1 anak kambing dar induki yang lain = 10 ekor
Si Tengah mendapat 4 + 1 anak kambing (sisa bagi) = 5 ekor
Si Bungsu mendapat 4 ekor ekor
name here said
Jah om@Cekixkix, kagak boleh keminteran-keminteran gitu akh. Pan jadi ade nyang inperior.
Lah kalo ditakon sapa antara elo ama gue yang pinter? aye bingung dah. Kalo ‘elo pinter’ gimane?
Abisnye binuni, kalo aye nyang ngomong gue, brarti elo, kalo elo nyang ngomong gue, berarti elo juga. haha, Vis akh.
Cuman bener yang elo bilang tuh om, kudu dijual bae kambingnya. resonabel tuh. Baru dah diitung
cekixkix said
@Om Name here
Kheknya @Om Name kudu buka lagi kitab rujukan “Bu Kek Sian Su” Chapter 2 Verse 24. Cekixkix…kix…kix…. 😆
“Kwa-enghiong, sikapmu membuat aku lemas dan aku mengaku kalah terhadapmu.
Maafkanlah, aku tidak mungkin mengangkat senjata melawan seorang yang benar, dan akupun percaya kau tidak seperti Suhengmu untuk menyerang seorang yang tidak mau melawan”.
name here said
Bah, sori bae, aye kagak masup waktu Ibunye Kakek Si Ansu ngajar. Nyang gue tahu si sugeng suka kwetiaw :))
Eh sori ni om@Haniif, jadi ngobrol di mari dah. Punten nya
Samaranji said
Hihi… koq contoh itu di bahas sih…. nggak ada kaitannya dengan hukum waris. Itu hanya saya jadkan contoh utk memahami hitung2an yang dibahas Abah Haniifa di atas. Mungkin emang itu cuman wasiyat(/b>, Lagian Ayahnya juga masih hidup koq 😀
حَنِيفًا said
@Kang Samaranji
Matur nuwon sanget lho, contohnya masih berkaitan erat dengan artikel bagi waris dan wasiat 😀
حَنِيفًا said
@Mas Name Here
Eh sori ni om@Haniif, jadi ngobrol di mari dah. Punten nya
______________________
Alhamdulillah, diblog butut ini mah bebas sebebas-bebasnyah 😀
Silahken sampean baca aturan main dibawah ini.
Hatur tengkiu, Haniifa.
name here said
Aih abang Rubon teh kumaha..
Metode teh kuduna nya tiasa diterapkeun ka sagala kasus nu sarupa.
Nya eta namina paragmatis aplikatip.
Ai teu tiasa diterapkeun, nya esensina maleset.
Cobian ai soalna diganti. Ayeuna teh aya 17 kambing. Kumaha atuh? ai 25, opat tiga, 11, limolas ? Kagak pake ada 19 lagi. Cobain dah. Kalo kagak bisa ngasih solusi, blon bisa disebut metode itu mah.
Eh itu ngomong2 caranye gimana sih bikin kotak ngutip titik titik gitu ama tulisan tebel. Ajarin dong.., nuhun sadereng-na 🙂
Rubon said
@Sdr/i Name
Essensinya minum dulu obatnya yang hari ini jangan sampai telat , sebelum berkomentar seperti sekarang
Mana ada Kambing berjumlah 25,43 ekor atau 11,15 ekor .. hahaha
name here said
Hahaha, jadi ngikik. trims trims. entar benardah tuh kate om@Cekixkix cuman ade 2 ekor, 🙂
Ajarin dong bikin nulis tebel gitu, ama yg diatas kotak garis2 tuh.
Rubon said
@Name here
Cetak tebal
<b> Cetak tebal</b>
<blockquote >Kutip kalimat huruf</blockquote>
Name Here said
nyobain cetak tebal
Budi Muhammad Natsir said
salam pak Hanifa.
menurutku bukan Alloh salah ngitung tapi dia salah dalam mentafsirkan ayatnya.
coba lihat terjemah yang dia tulis
Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta….
Q 4: 12
masalahnya ada disini: “jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta”
tulisan siapa ini? :”Ayat 4:11 mengatakan jika seorang pria hanya mempunyai seorang anak perempuan, maka anak perempuan itu mendapatkan separuh harta warisan. Tapi karena ayat yang sama berkata bahwa porsi warisan anak laki dua kali besarnya daripada anak perempuan, maka ini berarti saudara lakinya mewarisi seluruh warisan. Bukankah ini membingungkan? Jelas ada yang salah dalam hukum ini. Kesalahan ini akan semakin banyak dijumpai dalam pembagian warisan di mana pihak orangtua dan istri-istri diikutsertakan.”
jelas sekali kesimpulannya ngaco alias belegug. kalo begitu biar saya coba mentafsirkannya:
1. “Allah mensyari’atkan bagimu tentang (pembagian pusaka untuk) anak-anakmu. Yaitu : bahagian seorang anak lelaki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan”;
maksudnya adalah jika ada yang wafat meninggalkan anak lebih dari satu dan jenis kelamin mereka berbeda ada laki dan ada perempuan; maka bagian laki sama dengan dua bagian anak perempuan.
2. “dan jika anak itu semuanya perempuan lebih dari dua, maka bagi mereka dua pertiga dari harta yang ditinggalkan;
maksudnya adalah jika yang mati memiliki anak lebih dari satu orang tapi jenis kelaminnya perempuan semua
3. dan yang jadi masalah adalah “jika anak perempuan itu seorang saja, maka ia memperoleh separo harta….”
maksudnya adalah kalo gak bisa mentafsirkan jangan buru buru nafsu ingin mengacaukan isi al-Quran. Maksudnya adalah jika
seseorang mati dan meninggalkan seorang anak yang jenis kelaminnya perempuan.
wallohu a’lam..
ya Alloh maaf jika saya salah, selamat saum
حَنِيفًا said
@Kang Budi Muhammad Natsir
tulisan siapa ini? :”…maka ini berarti saudara lakinya mewarisi seluruh warisan. Bukankah ini membingungkan? Jelas ada yang salah dalam hukum ini. Kesalahan ini akan semakin banyak…”
_______________
Tulisan dan kesimpulan @Mister Ali Sina
ya Alloh maaf jika saya salah, selamat saum
_______________
Astaghfirulloh, Innalloha kanaa tawaba, selamat saum lagi
wawan said
@All
Hadits-Hadits Mawaris أحاديث المواريث
oleh
Achmad Yani, S.T., M.Kom.
Ketentuan dalam hukum waris Islam yang menyangkut para ahli waris yang berhak mendapat bagian dengan jumlah yang sudah tertentu yang disebut ashhabul-furudh beserta bagian mereka masing-masing dan para ahli waris yang mendapat sisa yang disebut juga dengan ‘ashabah sudah ditetapkan dengan jelas di dalam Al-Qur’an dalam ayat-ayat mawaris utama, yaitu Surat An-Nisa’ ayat 11, 12, dan 176. Di samping para ahli waris yang disebutkan dalam ketiga ayat ini, ada juga ahli waris yang belum disebutkan, seperti kakek, nenek, cucu, paman, dan bibi. Para ahli waris ini disebutkan dalam beberapa hadits Nabi SAW. Demikian pula, beberapa ketentuan yang berkaitan dengan hukum waris, seperti orang-orang yang tidak bisa menjadi ahli waris dijelaskan oleh Rasulullah SAW dalam hadits-hadits beliau. Berikut ini diuraikan beberapa hadits Nabi SAW yang berkaitan dengan hukum waris Islam dan menjadi pelengkap sumber hukum waris Islam.
😀 hehehe… dah jadi muallaf belum ?!
Tapi karena Al Qur’an dan Nabi Muhammad s.a.w itu rahmatan lil ‘alamin, maka sudah kewajibah umat islam menerangkan apa-apa yang belum difahami oleh non islam.
Tolong catat: bahwa ‘ashabah hanya pada Al Qur’an yang ini adalah hak pewaris UTAMA, sedangkan pewaris dalam hadits adalah berupa wali (perantara) bagi pewaris utama jadi bukan sebagai penerima harta waris sesungguhnya. silahkan baca berkali-kali dari awal artikel dan seluruh komentar yang berkaitan
1. Hadits No. 1
Dari Ibnu Abbas RA dari Nabi SAW, beliau bersabda: “Berikanlah faraidh (bagian-bagian yang telah ditentukan) kepada yang berhak, dan selebihnya berikanlah kepada laki-laki dari keturunan laki-laki yang terdekat.” (HR Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Dalam pembagian warisan, ahli waris yang mendapat bagian lebih dahulu adalah ahli waris golongan ashhabul-furudh (ahli waris yang bagian mereka sudah tertentu), kemudian kalau ada sisanya baru diberikan kepada ahli waris golongan ‘ashabah (ahli waris penerima sisa).
Fara’idh jelas bermakna BAGI waris, jangan diperlebar atau diotak-atik gathuk wawasan dan cakupannya.
Dalam hadits tsb: “diberikan kepada laki-laki dari keturunan laki-laki terdekat artinya diutamakan anak laki-laki yang se-ayah dan se-ibu atau yang disebut HALAKA.
2. Hadits No.2
Dari Jabir bin Abdullah RA, dia berkata: Janda (dari Sa’ad RA) datang kepada Rasulullah SAW bersama dua orang anak perempuannya. Lalu ia berkata: “Wahai Rasulullah, ini dua orang anak perempuan Sa’ad yang telah syahid pada Perang Uhud. Paman mereka mengambil semua harta peninggalan ayah mereka dan tidak memberikan apa-apa untuk mereka. Keduanya tidak dapat kawin tanpa harta.” Nabi SAW bersabda: “Allah akan menetapkan hukum dalam kejadian ini.” Kemudian turun ayat-ayat tentang warisan. Nabi SAW memanggil si paman dan berkata: “Berikan dua pertiga untuk dua orang anak Sa’ad, seperdelapan untuk isteri Sa’ad, dan selebihnya ambil untukmu.” (HR Abu Daud, Tirmidzi, Ibnu Majah, dan Ahmad)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Dalam kasus pembagian warisan yang ahli warisnya terdiri dari dua orang anak perempuan, isteri, dan paman, maka kedua anak perempuan mendapat 2/3 bagian, isteri mendapat 1/8, dan paman menjadi ‘ashabah bin-nafsi yang mendapat sisanya.
seperdelapan untuk isteri Sa’ad artinya IBU (istri pertama janda juga) anak-anak kandung Sa’ad sedangkan kata “dan selebihnya ambil untukmu.” maksud selebihnya adalah 1/4 (1/4 lebih besar dari 1/8 😀 ) dan kata ganti “mu” disini adalah Janda Sa’ad RA bukan paman. Jadi kronologisnya kira-kira pada saat ayat itu turun maka Rasululloh memanggil Paman dan kedua Janda Sa’ad Ra.
3. Hadits No. 3
Dari Huzail bin Surahbil RA, dia berkata: Abu Musa RA ditanya tentang kasus kewarisan seorang anak perempuan, anak perempuan dari anak laki-laki, dan seorang saudara perempuan. Abu Musa RA berkata: “Untuk anak perempuan setengah, untuk saudara perempuan setengah. Datanglah kepada Ibnu Mas’ud RA, tentu dia akan mengatakan seperti itu pula.” Kemudian ditanyakan kepada Ibnu Mas’ud RA dan dia menjawab: “Saya menetapkan berdasarkan apa yang telah ditetapkan oleh Nabi SAW. Yaitu untuk anak perempuan setengah, untuk cucu perempuan seperenam sebagai pelengkap dua pertiga, sisanya untuk saudara perempuan.” (HR Bukhari, Abu Daud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris cucu perempuan (dari anak laki-laki) yang mendapat 1/6 bagian jika bersama dengan seorang anak perempuan yang mendapat 1/2 bagian. Sementara itu, saudara perempuan mendapat sisanya (dalam hal ini, saudara perempuan menjadi ‘ashabah ma’al-ghair dengan sebab adanya anak perempuan dan/atau cucu perempuan)
Ini sudah dibahas diatas, silahken sampean baca berulang-ulang .::Click Me::..
4. Hadits No. 4
Dari Imran bin Husein RA bahwa seorang laki-laki mendatangi Nabi SAW sambil berkata: “Anak dari anak laki-laki saya meninggal dunia, apa yang saya dapat dari harta warisannya?” Nabi SAW bersabda: “Kamu mendapat seperenam.” (HR Ahmad, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris kakek, yaitu kakek mendapat 1/6 bagian jika cucunya meninggal dengan syarat tidak ada bapak.
Kenapa sampean tidak copas sekalian arab gundulnyah biar kita kupas tuntas… hehehe…
Aslinya adalah “Anak DAN dari Anak laki-laki saya meninggal.. ” jadi hadits ini berlaku memang demikian karena Imran bin Husein RA mendapat warisan dari ANAKNYA YANG MENINGGAL bukan dari cucunya.
5. Hadits No. 5
Dari Qabishah bin Dzuaib RA, dia berkata bahwa seorang nenek mandatangi Abu Bakar RA yang meminta warisan dari cucunya. Abu Bakar RA berkata kepadanya: “Saya tidak menemukan sesuatu untukmu dalam Kitab Allah, dan saya tidak mengetahui ada hukum dalam sunnah Nabi SAW. Kembalilah dulu, nanti saya akan bertanya kepada orang lain tentang hal ini.” Mughirah bin Syu’bah RA berkata: “Saya pernah menghadiri majelis Nabi SAW yang memberikan hak nenek sebanyak seperenam.” Abu Bakar RA berkata: “Apakah ada orang lain selain kamu yang mengetahuinya?” Muhammad bin Maslamah RA berdiri dan berkata seperti yang dikatakan Mughirah RA. Maka akhirnya Abu Bakar RA memberikan hak warisan nenek itu.” (HR Tirmidzi, Abu Daud, dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan hak waris nenek, yaitu nenek mendapat 1/6 bagian jika cucunya meninggal dengan syarat tidak ada ibu.
Ngawur tenan neeh hadits ?
Pertama tidak ada ucapan Nabi Muhammad s.a.w, sebab sangat tidak jelas yang dimaksud majelis Nabi itu kapan dan untuk siapa 1/6 bagian itu.
Fakta membuktikan ibu-ibu yang berusia diatas 60 walaupun tidak punya cucu disebut seorang NENEK.
6. Hadits No. 6
Dari Usamah bin Zaid RA bahwa Nabi SAW bersabda, “Seorang muslim tidak mewarisi nonmuslim, dan nonmuslim tidak mewarisi seorang muslim.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa hak waris-mewarisi tidak terjadi antara dua orang yang berbeda agama.
😀 hahaha… kalau seorang mu’min, atau seorang Islam bagimana ?!
Jelas hadits ini palsu atau buatan ahlul sempoa, coba lihat hadits ke no 10 yang mengakui soal waris bagi seorang mu’min. Jadi hadits ini bermain plip-plop ala sempoah
7. Hadits No.7
Dari Abu Hurairah RA, dari Nabi SAW, beliau bersabda, “Pembunuh tidak boleh mewarisi.” (H.R. Abu Dawud dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa seorang pembunuh tidak berhak mewarisi orang yang dibunuhnya. Dengan kata lain, hak warisnya menjadi hilang akibat perbuatannya membunuh itu.
Waduh… ini mah bukan urusan waris, tapi urusan harga si pembunuh membayar diyat (ganti rugi) kepada keluarga korban
8. Hadits No. 8
Dari Sa’ad bin Abi Waqqash RA ia berkata: “Saya pernah sakit di Mekkah, sakit yang membawa kematian. Saya dijenguk oleh Nabi SAW. Saya berkata kepada Nabi SAW, ‘Ya Rasulullah, saya memiliki harta yang banyak, tidak ada yang akan mewarisi harta kecuali seorang anak perempuan, bolehkah saya sedekahkan dua pertiganya?’ Jawab Nabi SAW, ‘Tidak.’ Saya berkata lagi, ‘Bagaimana kalau separuhnya ya Rasulullah?’ Jawab Nabi SAW, ‘Tidak.’ Saya berkata lagi, ‘Sepertiga?’ Nabi SAW bersabda, ‘Ya, sepertiga, dan sepertiga itu sudah banyak. Sesungguhnya jika kamu meninggalkan keluargamu berkecukupan lebih baik daripada meninggalkan mereka berkekurangan, sampai-sampai meminta kepada orang’.” (H.R. Bukhari)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Hadits ini menjadi dasar hukum yang menetapkan bahwa wasiat dibatasi hanya sampai sepertiga (1/3) dari jumlah harta peninggalan, karena sepertiga itu sudah banyak, dan mewasiatkan harta melebihi jumlah ini akan mengurangi penerimaan para ahli waris yang berhak mendapat bagian.
😀 hua.ha.ha… hadist Yahudi ini mah, dasar pelit !!!
Mana ada orang mati bisa bicara 😦
9. Hadits No. 9
Dari ‘Amr bin Muslim dari Thawus dari ‘Aisyah RA ia berkata: Rasulullah SAW bersabda: “Saudara laki-laki ibu menjadi ahli waris bagi yang tidak ada ahli warisnya.” (H.R. Abu Dawud, Tirmidzi, dan Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Saudara laki-laki dari ibu (yaitu bibi) juga termasuk ahli waris, tetapi golongan dzawil-arham, yang mendapat bagian jika tidak ada ahli waris golongan ashhabul-furudh dan ‘ashabah.
😀 hahaha.. namanya SAUDARA LAKI-LAKI pasti Laki-laki dung, masak jadi seorang bibi.
Ini mah maksudnya saudara tiri seibu tapi tidak sebapa lihat mengenai Kalalah
10. Hadits No. 10
Dari Abu Hurairah RA dari Nabi SAW beliau bersabda: “Saya adalah lebih utama bagi seorang mukmin daripada diri mereka sendiri. Barangsiapa yang meninggal dan mempunyai utang dan tidak meninggalkan harta untuk membayarnya, maka sayalah yang akan melunasinya. Barangsiapa yang meninggalkan harta, maka harta itu adalah untuk ahli warisnya.” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Rasulullah SAW semasa hidup beliau telah bersedia menjadi orang yang bertanggung jawab melunasi utang orang yang mati dalam keadaan tidak mempunyai harta untuk membayarnya.
😀 hahaha… pantasan semua orang lebih baik jadi muslim daripada mu’min alias takut tidak dapat warisan.
Lha memangnya jaman sekarang tidak ada orang-orang mu’min ?!
11. Hadits No. 11
Dari Jabir bin Abdullah dan Miswar bin Makhramah, mereka berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Seorang bayi tidak berhak menerima warisan kecuali ia lahir dalam keadaan bergerak dengan jelas. Gerakannya diketaui dari tangis, teriakan, atau bersin.” (H.R. Ibnu Majah)
Kesimpulan atau intisari hadits ini:
• Bayi yang baru lahir dalam keadaan hidup berhak mendapatkan harta warisan.
Untuk jaman sekarang hadits ini sebagai pegangan bagi wanita (janda) yang hamil karena perkembangan bayi bisa dilihat sebelum kelahirannya, sehingga hak-hak ibu dan anak cukup adil
Demikianlah beberapa hadits Nabi SAW yang dapat dijadikan sebagai pelengkap sumber hukum waris Islam setelah Al-Qur’an. Dari ayat-ayat mawaris dan hadits-hadits mawaris, maka para ulama telah menyusun satu cabang ilmu dalam agama Islam yang diberi nama Ilmu Faraidh atau Ilmu Mawaris yang menjadi pedoman bagi umat Islam untuk melaksanakan pembagian harta warisan sesuai dengan petunjuk Allah SWT dan bimbingan Rasulullah SAW.
Fara’idh bukan ilmu baru, tetapi sudah ada dalam Al Qur’an dan kita umat islam diwajibkan memahaminya sekurang-kurangnya megetahui adanya sistem bagi waris yang paling adil itu hanya ada dalam Al Qur’an
Wallahu a’lamu bishshawab.
Wassalam,
Achmad Yani, S.T., M.Kom.
@Oom Wawan, kenapa tidak sampean undang sekalian beliau kesini ?!
Wassalam, Haniifa
حَنِيفًا said
@Kang Wawan
Hatur tengkiu sampean masih bersedia mengunjungi blog butut ini… hehehe.
bus ont the ways… sudah sayah respons semua, lihat quote warna kuning.
Karena modelnya sama dan sebangun dengan para ahlul arab gundul maka saya kopas balik, pertanyaan yang masih belum ada jawaban dari blog @Kang Agorsiloku ini,
Perhatiken yang sayah bold.
iIlustrasi kasus-sah 😀 :
Si Duleh seorang KAKEK hidup bersama 2 Anak dan 2 Cucu, semua biaya hidup ditanggungnya.
Anak Perempuan bernama Icih sudah menjanda dan mempunyai balita LAKI-LAKI bernama @Ducih.
Anak Laki-laki bernama Tole sudah menduda dan mempunyai anak gadis (PEREMPUAN) bernama @Titi.
Suatu ketika Tole dan Icih mendapat musibah hingga mereka wafat bersamaan, hingga tinggalah sang kakek bersama 2 cucunya menjadi YATIM-PIATU.
Karena usia sudah lanjut maka Duleh wafat dengan meninggalkan harta Warisan.
Bagi waris menurut para ahlul sempoa :
Ducih cucu laki-laki dari anak Perempuan. = 0
(Dzalim pada anak Yatim-piatu (@Ducih), karena hak waris dari bagian anak perempuan alm tidak ada)
Titi cucu perempuan dari anak laki-laki. = 1 bagian perempuan
(Dzalim pada anak Yatim-piatu (@Titi), karena seharusnya mendapat 2 bagian laki-laki)
Apa pendapat sampean ?!
Samaranji said
Hadir lagi ikut nyimak 😀
😀
Teh Hasna said
allohu akbar
Allohu Akbar, Allohu Akbar walillahilhamdu.
SITI FATIMAH AHMAD said
Assalaamu’alaikum wr.wb, mas Haniifa yang dihormati…
Selamat menyambut Ramadhan yang mulia. Semoga amal ibadah sepanjang bulan barakah ini diredhai dan diterima di sisi Allah swt.
Mungkin hari-hari yang lalu telah meninggalkankan sebersit kenangan yang tidak baik untuk diingat terutama dalam tulisan dan coretan dari komen-komen yang kurang menyenangkan.
…ada salah, ada khilaf, ada dosa yang mengikuti perjalanan hari – hari itu.
agar tidak ada sesal, tidak ada dendam, tidak ada marah ….
mari kita sama-sama sucikan hati,diri,dan jiwa di bulan yang penuh rahmat ini
Marhaban Ya Ramadhan
Selamat berpuasa dan berbuka juga untuk mas Haniifa dan keluarga di Bandung. 😀
Amiin.
Selamat menyongsong buka puasa kembali bagi @Mba SFA serta handai taulan,
Salam hangat selalu, Haniifa
Name Here said
secara halaka maksute gimane tuh om ? jelasin dong….
حَنِيفًا said
@Name Here
Baca berulang-ulang QS 4:176 yang sayah quote kuning 😀 atau post ini
Name Here said
jah, gw baca lagi nambah puyeng dah om, om. Ape nyang eni lo bilang beda-beda dikit doang juga ama depag om? hayo ngaku hayo?
Gini aja dah, gw singkat bae, nerjemahin nyang bener gimana nyang dimari nih: Hattaa idzaa HALAKA di 40:34 tuh. sama kagak tu halakanye, ape beda maksut secara halaka?
حَنِيفًا said
: Hattaa idzaa HALAKA di 40:34 tuh
_____________________
bisa ular dengan bisa naik … ngerti maksudnyah 😀
Name Here said
kagak ngarti sebenernye sih om :)), cuman ya kagak papah dah gua bungkus aje dulu nyang enih. kalo gw nambah nanya entar bisa dijawab bisa kagak lagi
Sikit-sikit, ok? ok dong?
حَنِيفًا said
@Oom Name Here
entar bisa dijawab bisa kagak lagi
_______________
sampean tahu kalimat majemuk toch ?! 😳
Sikit-sikit, ok? ok dong?
_______________
Jadi bijimana neeh.. ?! 😀
Name Here said
paan tuch? pan bisa sampean ma bisa gw beda om om. bisa lo omong ape, bisa gw omong ape.
ngubungin entu gmane ama lanjutin enih:
puyeng dah gw, puyeng dah.
Sikit-sikit bae yak.
Sikit-sikit, ok? ok dong?
نِيفًا said
@Oon Name Here
Kalau bijituh, belajar sikit lah al jabar boolean … sikit ajah tentang AND (DAN), makanyah kurangi sikit emosinyah di artikell yang ini… hehehe….
said: Your comment is awaiting moderation.
@Mas Armansyah
hehehe… lucu sampean ini.
padahal mereka => (tidak membunuhnya) DAN (tidak menyalibnya)
Kalimat DAN !!!
Jika sampean (punya mobil pribadi) DAN (punya bensin) maka “bisa jalan-jalan pakai mobil pribadi” .
Apakah sampean “bisa jalan-jalan pakai mobil pribadi” walau punya mobil tapi bensin kosong ?! Jawab: TIDAK.
Apakah sampean “bisa jalan-jalan pakai mobil pribadi” walau tidak punya mobil pribadi tapi bensin isi (punya bensin) ?! Jawab: TIDAK
Dus…
Kondisinya harus dipenuhi kedua-duanya, atau punya mobil pribadi dan bensin isi.
Dengan demikian.
Tidak dibunuh => HIDUP
Tidak disalib => NONTON
ISA AL MASIH => Jika (Hidup) DAN (Nonton) maka beliau melihat Yesus mati di salib…
Apa pendapat sampean ?!
Wassalam, haniifa.
ISA AL MASIH => Jika ia hidup (pada saat peristiwa penyaliban Yesus) DAN ia meonton (pelaksanaan hukuman salib pada Yesus) maka beliau melihat Yesus mati terkutuk di tiang salib.
*** Paham atau Hampa ?! ***
Halaka => tidak mempunyai anak DAN mempunyai saudara perempuan
__________________
Bijimana smpean sudah pahamkan maksud kata “DAN”
Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan,
_________________
jika x DAN y DAN z maka “oke dogeh” 😀
Note:
Tidak punya anak = x
Punya saudara laki-laki = y
Punya saudara perempuan = z
Eka said
keren 🙂
Name Here said
Nyante bae kok om kagak pake emosinan. apelagi mamak gw bikin es blewah, tambah adem dah. sori kagak bisa ngirim. Situ Dah buka belon om?
depinisi halaka diupdet nih makstu lo om?
ntuh sodara laki da 2 tuh, masup nyang maneh sebenrenye? Kalalah ape Halaka?
Sikit-sikit bae yak? yak?
حَنِيفًا said
@Oom Name Here
Lha memang sedikit ajah kok, sampean lihat definisi Kalalah itu ada di (QS 4:11)
Cukup mikir sedikit aja … hehehe….
Name Here said
inggih om, sitik-sitik wae.
belon nangkep di 4/11 maksud kalalah? Tiasa diterangken? Mangga atuh diantosan.
حَنِيفًا said
@Oom NH
Sedikit ajah dwulu,… hehehe…
Invers sama dengan balikan atau kebalikan, misal: plus kebalikannya minus.
Dhus….
Silahken sampean lihat dan pelajari sedikit, yang diterangken secara MUHKAMAT oleh Al Qur’an itu mengenai Kalalah atau Halaka ?!
Then… kalau sudah sampean pahami, menurut sayah lho 😀 , Kalalah itu invers dari Halaka.
Bijimana ?!
Roy Rey said
Baru tau sayah ga boleh ngasih dan terima warisan orang kafir…. 😀
Jadi pengen nanya Kakeknya Muhammad S.A.W itu muslim bukan sih? Dan apakah beliau kaga kasih warisan… heheheheheh….
Met sahur semua….
URL said
I believe this really is among the most vital information for me. And i’m glad reading your write-up. But wanna remark on couple of common points, The site style is perfect, the articles is actually excellent : D. Excellent job, cheers
Berdialog dengan Jin dan Jun « حَنِيفًا said
[…] Mujizat Hukum Waris […]
krocobengel said
Assalaamu’alaikum,
Mohon pencerahan. Apakah bila si mati meninggalkan anak laki-laki, maka ahli waris yang lain (orang tua, istri) selain anak perempuan masih mendapatkan waris? Karena yang saya pahami dari Surah An-Nisaa ayat 11, Allah memprioritaskan warisan untuk keturunan (laki-laki kemudian perempuan) sehingga apabila tidak ada keturunan laki-laki, maka barulah berlaku aturan seperti dilanjutan ayat tersebut.
Terima kasih.
Wassalaamu’alikum
حَنِيفًا said
Wa’alaikum Salaam @Krocobengel
Insya Alloh, anak laki-laki dua bagian anak perempuan demikian pula orang tua dan istri memperoleh warisan.
krocobengel said
Berhubung saya agak ‘lemot’ dalam ilmu hitung, saya masih memerlukan pencerahan lagi mas;
1. Dengan metode mas Haniifa tersebut, berarti harta waris akan selalu langsung habis dibagi ya alias tidak ada sisa ya?
2. Pada QS An-Nisaa: 12 “…Para isteri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para isteri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu….” apakah bisa ditafsirkan bagian tersebut (1/4 ataupun 1/8 dari warisan) untuk dibagi rata pada ‘semua istri’ ataukah untuk ‘masing-masing istri’ mendapat masing-masing bagian tersebut?
3. Terkait adanya anak, apabila ‘masing-masing istri’ mendapat bagian tersebut (1/4 atau 1/8), apakah ‘hanya istri’ yang menjadi ibu kandung dari anak yang mendapat 1/8 ataukah ‘semua istri’ dikarenakan adanya anak?
4. Saya menemukan link sbb: http://www.quraniclesson.com/download.php?fid=1&ext=pdf&fn=Division%20of%20Inheritance%202nd%20Edition.pdf . Bagaimana pendapat mas Haniifa?
Terima kasih sebelumnya mas.
حَنِيفًا said
@Kang Krocobengel
Berhubung saya agak ‘lemot’ dalam ilmu hitung, saya masih memerlukan pencerahan lagi mas;
________________________
😀 didunia ini, faktanya tidak ada satu mahluk atau mesin yang bisa melesat dengan akselerasi hi speed (Kecuali Rosululloh 😀 ), dhus… kita sama kok lomotnyah.
1. Dengan metode mas Haniifa tersebut, berarti harta waris akan selalu langsung habis dibagi ya alias tidak ada sisa ya?
_________________________
Insya Alloh, sudah selayaknya Harta Waris Habis…. dan ini berkorelasi dengan Harta, Anak, dan de.el.el dah putus “amalannya” karena semua itu hanya pinjaman sementara dari Alloh, tapi secara tidak langsung akan menambah “amalan” jika diwarisken kepada hal-hal yang berguna bagi All for All.
2,pada …
3. Terkait…
___________________________
Insya Alloh, kita bahas setelah saya pelajari link yang Akang rujuk
. Bagaimana pendapat mas Haniifa?
Terima kasih sebelumnya mas.
____________________________
Hatur tengkiu infonya, Insya Alloh sayah donlot… 😀
krocobengel said
@Mas Haniifa, alhamdulillah mas bersedia untuk membahas lebih lanjut perihal mawaris. Semoga nanti bisa dihasilkan pemahaman yang lebih akan soal ini bagi saya pada khususnya dan saudara2 muslimin pada umumnya. Semoga Allaah meridhoi kita semua dan hal ini dapat menjadi ladang amal jariyah kita. Amiin.
Saya tunggu lanjutannya mas.
krocobengel said
Assalaamu’alaikum,
Nampaknya Mas Haniifa masih sibuk ya, jadi belum sempat merespon pertanyaan saya sebelumnya. Tapi sekalian saya minta ditunjukkan dasar dari statement Mas Haniifa berikut;
“Perhatikan faktor anak sangat menentukan porsi waris bagi istri-istrinya, satu hal lagi yang sangat penting, dalam hukum Islam dikenal bentuk perkawinan Poligami, jadi jika istrinya lebih dari satu maka ada yang mendapatkan 1/4 atau adapula yang mendapatkan 1/8.Jika si fulan mempunyai 4 istri, dan hanya memperoleh 1 anak laki-laki dan 1 anak perempuan dari istri pertama maka kalau menurut hukum waris yang dianut sekarang.Istri pertama = 1/8 x waris
Istri kedua = 1/4 x waris
istri ketida = 1/4 x waris
istri ke empat = 1/4 x waris”
Terus terang saya mencoba mencari dasarnya belum ketemu. Yang saya pahami malah seluruh istri dapat total 1/8 kalau si meninggal memiliki anak atau total 1/4 bila si meninggal tidak memiliki anak. Hal ini mengingat yang dibagi kan warisnya suami, bukan istri.
Mohon bantuan pencerahannya Mas.
Wassalaamu’alaikum
حَنِيفًا said
Wa’alaikum Salaam @Mas Krocobengel
Insya Alloh , betwul masih agak sikbut…. syukurlah kalau Mas mau belajar sendiri saya kira lebih memaknai.
Perihal diatas rasanya sampean keliru, sebab tidak ada ISTRI YANG MEMPUNYAI SUAMI 4 😀
Wasasalaam, Haniifa.
krocobengel said
Mas Haniifa, mohon ditunjukkan bagian mana kekeliruan saya, khususnya yang mengarahkan pada kesimpulan “istri yang mempunyai suami 4”. Saya buat pemisalan
1. Bila si meninggal tidak memiliki anak, tapi memiliki 4 istri, maka apakah keempat istri tersebut mendapat TOTAL 1/4 x waris (jadi masing-masing 1/16) ataukah masing-masing 1/4 bagian?
2. Bila si meninggal memiliki 4 istri dan anak dari istri pertama, saya memahaminya angka pembagiannya itu 1/8 untuk semua istri (baik itu dengan pemahaman yang total 1/8 untuk seluruh empat istri ataupun masing-masing istri dapat 1/8 bagian).
Jangan bosan bantu saya memperoleh pemahaman mas… 🙂
Terima kasih.
حَنِيفًا said
@Mas Krocobengel
Ini post sampean sendiri : “Pada QS An-Nisaa: 12 “…Para isteri …
Para Istri atau istri-istrimu artinya Jumlah Istri > 0 atau jamak 😀
krocobengel said
@All, adakah yang bisa membantu saya supaya bisa nyambung dengan respon-nya Mas Haniifa?
Terus terang, saya butuh sekali jawaban, tapi saya bingung…. 😦
Serasa “Jaka Sembung”…. 😀
Maghrib dulu.
Terima kasih sebelumnya…
حَنِيفًا said
@To Kroco Bengek 😀
Berhubung saya agak ‘lemot’ dalam ilmu hitung, saya masih memerlukan pencerahan lagi mas;
____________________
Sampean mengaku sendiri lemod masalah matematika, trus pakai nyuruh-nyuruh segala… memangnyah sayah nda tahu maksud dibalik rok mu… hehehe
Terus terang saya mencoba mencari dasarnya belum ketemu. Yang saya pahami malah seluruh istri dapat total 1/8 kalau si meninggal memiliki anak atau total 1/4 bila si meninggal tidak memiliki anak.
___________________
SUdah sangat peri kelir sayah jelasken bahwa PARA ISTRI yang mempunyai ANAK KANDUNG DARI ALM (suami) berbeda dengan para istri yang tidak mempunyai anak Silahken sampean baca sampai botak !!! 😛
Istri kedua = 1/4 x waris
bla..bla.
… Hal ini mengingat yang dibagi kan warisnya suami, bukan istri 😛 .
___________________
Hahaha… SUDAH JELAS PENERIMA WARIS PARA ISTRI, malah dibumbu-bumbui “kan warisnya suami, bukan istri…” … lucu tenan ini anak 😆
Bijimana, paham atau hampa ?! responnyah: “sebab tidak ada ISTRI YANG MEMPUNYAI SUAMI 4 ”
حَنِيفًا said
@Bapake Kroco Bengek
2. Bila si meninggal memiliki 4 istri dan anak dari istri pertama, saya memahaminya angka pembagiannya itu 1/8 untuk semua istri (baik itu dengan pemahaman yang total 1/8 untuk seluruh empat istri ataupun masing-masing istri dapat 1/8 bagian).
_______________________
Lazimnyah ISTRI PERTAMA BERUSIA TUA (mis. 60 th), sang ANAK masih remaja belia, dan istri ke-dua, tiga dan empat SANGAT MUDA-MUDA dan SANGAT MEMUNGKINKAN NIKAH KEMBALI as Janda Muda.. hehehe…
Jangan bosan bantu saya memperoleh pemahaman mas…
______________________
Jangan bosan-bosan menipu Janda Tua dan Anak-anak Yatim, semoga sempean mengerti ajaran “kasih.” 😛
agorsiloku said
@Kang Haniif….
Setelah saya pulang kampuang… diskusi dengan prend-prend, ternyata logika dan cara kita memahami hukum waris itu berada pada pulau tersendiri yang sebagian ditolak mentah-mentah dengan ragam argumentasi yang sengit. Kebanyakan lebih bersepakat untuk ada kondisi yang membuat waris tidak bisa dibagi dan bersisa. Apalagi kalau memberikan penekanan pada waris untuk sejajar, satu ke atas, satu ke bawah. Karena memang hukum yang dipraktekkan di Indonesia mengharuskan, jika ahli waris sudah meninggal, maka anak cucu dari ahli waris harus dilibatkan…..
Namun, sebagai wacana dan jika itu terjadi pada kami, insya Allah, saya hanya ingin mengkuti 100% dengan apa yang disampaikan AQ saja.
حَنِيفًا said
@Kang Agorsiloku
Hatur tengkiu @kang, saya mah haqul and ‘ainul yakin Kang Agor punya pendirian sendiri dan tidak terpengaruh oleh simpang siur mereka, artinya kewajiban Akang dan Saya dalam hal menyampaikan sesuatu yang sesuai dengan Ayat-ayat Al Qur’an sudah disampaiken, dan kIta Insya Alloh terlepas dari keputusan “mereka”
Salam hormat selalu sama handai taulan.
Apaan seeh maksudnya ngurus Kutub Utara « حَنِيفًا said
[…] Yesus di dalam qolbu Ustad…agorsiloku on Tuduhan yang sangat lucu dan t…agorsiloku on Mujizat Hukum Warisagorsiloku on NAZWAR SYAMSU (NS alias Nafsu …agorsiloku on Yesus di dalam qolbu […]
Marthin Takaza Ad Dajjal « حَنِيفًا said
[…] KITA NGOCEH TENTANG MUJIZAT AL QUR’AN YANG LAIN !!!https://haniifa.wordpress.com/2012/07/14/mujizat-hukum-waris/ 5 jam yang lalu · […]
Prayday said
mas haniifa kenapa ga update lg lucu lucu artikelnya
tutun said
@Haniifa say:
Okeh, Mister Sina, Ali
To the point, assume: Total Warisan Rp. 180.000.000 (180 jeti 😀 )
Total Warisan => Bagian Istri, Bagian Ibu, Bagian Sudara Perempuan
Total Warisan => 1/4 : 1/3 : 2/3
Total Warisan => (1/4 x 180) : (1/3 X 180) : (2/3 x 180)
Total Warisan => 45 : 60 : 120
Total Warisan => 3 prosi Istri : 4 prosi Ibu : 8 porsi Saudara Perempuan
dus..
Porsi Istri = 3 x 12jt = 36 Juta.
Porsi Ibu = 4 x 12jt = 48 Juta.
Porsi dua atau tiga, Saudara perempuan = 8 x 12jt = 96 Juta.
then..
to Hanifa : Bagaimana jika Total Warisan Rp. 100.000.000
Maka dengan mengikuti logika anda hitungannya adalah :
Porsi Istri : 3 x 12 jt = 36 jt
porsi ibu : 3 x 12 jt = 48 jt
porsi dau/tiga saudara perempuan = 8 x 12 jt = 96 Jt
Total = 180 JT
then,, apakah 180 Juta itu sama dengan 100 juta,, ???????
rubi said
Total Warisan => 100 juta / (3+4+8)
perbagian => 6,666666666666667 juta
porsi istri =>3 x 6,666666666666667 = 20 juta
porsi ibu => 4 x 6,666666666666667 = 26,66666666666667 juta
porsi anak2 wanitia = 8 x 6,666666666666667 = 53,33333333333333 juta
——————————
TOTAL 100 juta
Blog Olahraga Indonesia said
Ternyata perhitungannya tidak sesederhana yang saya bayangkan, hehehehe