Sumber : Pikiran-Rakyat Kamis, 20 Nopember 2003
Dalam buku Fenomenologi Alquran karya Drs. Anharudin, Dr. Lukman Saksono, M.A., dan Lukman Abdul Qohar Sumabrata (Al Ma’arif Bandung, 1997), mengungkapkan sejumlah pertanyaan menarik untuk dicermati. Misalnya, mengapa Alquran disusun dalam bagian-bagian yang disebut juz dan mengapa jumlahnya ada 30 juz? Mengapa pembagian juz tidak didasarkan surat utuh, tetapi justru atas unit ayat dan tanda ‘ain?
Apakah tanda ‘ain hanya diartikan sebagai tanda berhenti membaca? Mengapa yang digunakan huruf ‘ain, bukan huruf lainnya?
Menurut para ahli tafsir dan para ahli Qira’ adalah tanda berhenti/berakhir sesuatu yang Allah subhanahu wa ta’ala beritakan dalam istilah membaca Al Qur’an dinamakan Mukrah.
Sehingga Insya Allah semakin faham umat Muslim mengapa ada penggolongan :
1. Fardhu ‘Ain misal Syahadatain, Shalat Wajib, Zakat, Puasa,….
2. Fardhu Kifayah misal Shalat mayit, menguburkan mayit…
Semoga saja kebiasan baik membaca Al Qur’an dan tarjamaah dalam satu ‘ain menjadi kebiasaan yang rutin, sehingga kita tidak kehilangan relasional dan kontektual makna yang tersirat.
Seandainya mengaji Al Qur’an surah Al Maa’idah seminim-minimnya dari ayat 1-5, kemudian bacalah tarjamaahnya semisal Versi Departemen Agama RI thn. 1990 dimana sebagai ketua Dewannya adalah Prof. R.H.A Soenarjo, SH.
Wassalam, Haniifa.
Besambung :
1. Hati-hatilah walaupun hanya satu huruf, semisal “Rukun” = “Ruku” + “n”