حَنِيفًا

haniifa.wordpress.com

Dari pengarang jadi pengorong

Posted by حَنِيفًا on August 6, 2010

Assalamu’alaikum,
Astaghfirullah…
Seorang pengorong berabda:

Atas dasar itu, tiga nama yang sedang kupertimbangkan sebagai nama agamaku yang baru adalah “Iman“, “Takwa”, dan “Iman Takwa”.

Secara demikian, aku bukan keluar dari Islam, melainkan naik ke tingkat yang lebih tinggi daripada Islam, yaitu iman dan/atau takwa.

Apa benar ada diin yang lebih tinggi dari diin Islam ?! 😦

Sebenarnya agak enggan sayah membuat artikel, apalagi jika tulisannya cenderung memojokan seseorang yang merasa dirinya lebih Islami, namun karena semakin nyelenehnya Beliau dan pintu diskusi sudah ditutup rapat-rapat bagi @Haniifa maka dengan berat hati sayah ingatkan beliau supaya menjadi pengarang bukanya pengorong.

Bukannya menjawab sang pengorong malah ngupil di tempat teduh sambil terkantuk-kantuk sambil menikmati kopi pertamax.. 😀 😆

@Mas M. Shodiq Mustika, apakah dialogis ini juga tergolong debat kusir ?!

Umat Islam Tidak Pede dengan AQ mereka,… by agorsiloku

M Shodiq Mustika berkata
Agustus 6, 2010 pada 4:00 pm

“… saya cenderung untuk menghindari diskusi perang antara keduanya, baik dengan kata ataupun tindakan.”

Saya merasa sedih menyaksikan bahwa banyak diantara umat Nabi Muhammad yang tidak lagi sungguh-sungguh beriman kepada Alquran, melainkan beriman kepada Tafsir Alquran.

Setuju. Saya juga lebih suka untuk menghindari debat kusir atau apalagi perang.
Namun menurut saya, mereka yang suka “perang” itu bukan pede dengan Alquran, melainkan pede dengan tafsiran mereka terhadap Alquran.  😦

agorsiloku said 8 hours ago:

Oke, Diin tidak usah diterjemahkan deh…
yang jadi pokok debat kursi adalah diin pada ayat 3:19 : Sesungguhnya Diin di sisi Allah adalah Islam. 3:24 … mereka diperdayakan oleh Diin mereka dan apa yang selalu mereka ada-adakan,QS 9:11: Jika mereka bertaubat, mendirikan sholat dan menunaikan zakat, maka (mereka itu) adalah saudara-saudaramu se-Diin.

Jadi, ada beberapa diin, seperti pada Al Kafirun, Diin Islam dan Diin yang lain, dan pada QS 3:24 Diin yang diada-adakan. QS 9:11 Mendirikan sholat, menunaikan zakat, maka menjadi ciri mereka se-Diin.

Jadi, kalau saya menarik pemahaman seperti link yang dirujuk Diin itu adalah ketaatan dan syariat maka itu Diin.

Jadi, kalau saya memahami bahwa Diin yang sempurna adalah Diin Islam seperti yang telah dijelaskan Allah, maka saya akan memahami Diinku is the best dan yang diridhaiNya nggak salah kan?.

Risalahnya, tentu saja Al Qur’an, orang yang beriman akan mengikuti Al Qur’an, jika dia beriman, jika tidak Allah mengancamnya. Kalau dia beriman, artinya mereka jadi se-Diin. Tapi kebanyakan memang tidak beriman.

Jadi, Diin dipahami sebagai salah satu artinya adalah religion, agama, keyakinan (dgn syariatnya) bukanlah sebuah kekeliruan. Tentu ada arti lain seperti ditegasi di atas. AQ 2:91 mengajak untuk beriman pada AQ.

You said 1 hour ago:

@Mas Agorsiloku
Speechless… buwat diatas ini.

Sedikit tambahan seandainya pemahaman saya bahwa “diin” itu adalah “upacara”, “ritual” atau “penyerahan total” (tertidur,pingsan, koma, klenger) :mrgreen:  … pada dasarnya kita menggunakan akal fikiran dan bagian anggauta tubuh lainnya selain otak dan hati, dengan kata lain diniati dan dijalani.

Namun demikian tetap saja umat yang “beragama” harus mengakui bahwa ad-diin adalah agama yang lurus / benar

Jadi jika ada umat Agama Islam yang mencoret pemahaman diin sebagai agama, maka sama dengan menghilangkan kontektual kata “diin” pada QS surat Al Kafirun.
Ad-diin kafirun = Agama yang lurus (ke neraka).
Ad-diin Islam = Agama yang lurus (ke syurga).
atau…
Ad-diin kafirun = Agama yang benar (ke neraka).
Ad-diin Islam =
Agama yang benar (ke syurga).

M Shodiq Mustika said 1 hour ago:

@ agorsiloku
“bisa jadi saya keliru memahami…” Itulah intinya.
Seandainya semua umat Muhammad sebijak mas agor ini, maka mungkin saya tidak perlu “nyleneh”.

🙂  Maaf, saya tidak menghapus komentar mas agor di blog saya, tetapi justru mengomentarinya.
Komentar saya: http://muhshodiq.wordpress.com/2010/08/07/membaca-terjemahan-al-quran-tidak-berpahala/comment-page-1/#comment-46200

You said 2 minutes ago:

@Mas Agorsiloku
أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَـنِ الرَّجِيمِ

إِنَّ سَعْيَكُمْ لَشَتَّى
Inna sa’yakum lasysyata

sesungguhnya usaha kamu memang berbeda-beda.

Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..
Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..
Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..
Seandainya… Umat bla.. se bla..bla..

Komentar @Mas yang belum bisa sayah komentari, di sini:
https://haniifa.wordpress.com/2010/08/06/dari-pengarang-jadi-pengorong/#comment-12358

Mohon maaf lho kalau sayah super nyeleneh…  😀

Wassalam, Haniifa.

68 Responses to “Dari pengarang jadi pengorong”

  1. Fitri said

    Numpang pertamax dulu. 😀

    @
    😉 😀
  2. agorsiloku said

    Memang pilihan Agama menjadi :”Imam”, “Takwa”, atau “Imam dan Takwa” adalah wacana diskusi. Bukan yang serius saya kira. Namun, itu adalah konsepsi kontekstual yang tampaknya seperti ungkapan pada site yang berbunyi, seperti kita tahu, “… Tuhan Segala Agama”, adalah simpul dari ketidakmampuan memisahkan yang hak dan yang batil.

    Di sisi lain, toleransi ummat beragama, toleransi antara yang beriman dan yang kafir atau yang tidak mau beragama sama sekali, dalam satu warganegara, atau warga dunia,walaupun Indonesia punya Sila ke satu.

    Implikasi dari keyakinan bahwa Agama Islam adalah satu-satunya agama yang di ridhai Allah. Pesan : janganlah tidak berlaku adil karena bla…bla… adalah bagaimana seharusnya (sebaiknya) ummat bersikap sebagai ummat dan sebagai warga negara adalah persoalan tersendiri dan berbeda.

    Setidaknya, itu pikiran saya begitu.

  3. agorsiloku said

    koreksi :Bukan yang serius saya kira (tambahan kata kira)

    @Mas Agorsiloku
    Alhamdulillah,…
    Terimakasih atas sumbangan pemikirannya,

    (dah sayah edit… )
  4. cekixkix said

    @Om Haniifa
    Kheknya @Om Shodiq ganti agama ini aje
    1 Pengarang
    2 Pengorong
    3 Pengarang Korongan

    Dengan demikian pengarang nyang banyak upilnye…. Cekixkix…kix..kix…

    @Mas Cekixkix
    😉 😀
  5. adi isa said

    wah, agak berat nih buat aku 😉

    “……Atas dasar itu, tiga nama yang sedang kupertimbangkan sebagai nama agamaku yang baru adalah “Iman“, “Takwa”, dan “Iman Takwa”.

    Secara demikian, aku bukan keluar dari Islam, melainkan naik ke tingkat yang lebih tinggi daripada Islam, yaitu iman dan/atau takwa..”

    =============
    mungkin ybs nggak paham benar soal ilmu agama, atau kelebihan? 😀

  6. eagle said

    Mungkin beliau hanya bermaksud menaikan trafic blognya !!! :mrgreen:

    @
    😀 :mrgreen:
  7. @All
    Karena beliau menggunakan jurus saktinyah… maka sayah record disini…

    You said 1 hour ago:

    @Mas M. Shodiq Mustika
    Dan Allah sajalah yang Mahatahu.
    Apa pendapat sampean jika saya yakin setelah membaca terjemaah ini ?!
    Barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat zarah pun, niscaya dia akan melihat (balasan) nya. (QS 99:7)

    Ngapain sampean ngeblog, kan tidak dapat pahala tuh… hehehe….

    Bukankah nanti di alam barzakh yang dingin dan gelap serta penuh siksa itu, justru Al-Quran lah yang akan menjadi pemberi syafaat buat orang yang membacanya? Tentu yang membaca lafadznya dalam bahasa arab, bukan yang membaca terjemahannya.

    @Haniifa : Dasar Ahlul kitab idiot…

    Sampean gunakan ayat ini (QS 43:3) , untuk mengelabui umat ISLAM ?!

    Bawa konco-konco sampean yang paling fasih bahasa Arab dan sayah tunggu komentarnya disinih,… itupun kalau sampean berani.

    Mujizat Muhammad

    Astaghfirullah…

    M Shodiq Mustika said 16 minutes ago:

    @ haniifa
    Untuk berdiskusi dengan mas haniifa, cukuplah saya “bawa” mas agorsiloku. Saya tidak tahu apakah beliau fasih bahasa Arab, tetapi saya yakin bahwa sudut pandang beliau itu dekat dengan sudut pandang akhi. Itu sudah cukup. Jadi, silakan lanjutkan diskusinya dengan mas agor.

    Beliau ngeles.. dan lansung menghapus, beberapa posting sayah… hehehe
    —————————————————————-
    Sumber:

    Umat Islam Tidak Pede dengan AQ mereka,…

    @M. Shodiq Mustika
    Kelakuan sampean ini mirip Agama Syi’ah dan Agama Kristen, kalau kepepet ngeles, moderasi, pending, edit… bahkan hapus komentar… hehehe

    @Mas Agorsiloku
    Ada pertanyaan menarik untuk disimak, namun @Oom Shodiq… sekali lagi menggunkan jurus sakti tuan rumahnya sebagai Admin. :mrgreen:

    someone says:
    7 Agustus 2010 pukul 17:04

    Berarti Al-Qur’an dikhususkan untuk orang arab saja dan yang bisa bahasa arab. Padahal Al Quran bersifat universal buat siapa yang mengimaninya. Alangkah naifnya kalo kita berpendapat hanya yang bisa berbahasa arablah yang mendapat pahala, bagaimana dengan orang yang tidak menguasai bahasa arab? Apalah artinya bisa membaca Al Quran tapi tidak mengetahui arti dan maknanya.

    M Shodiq Mustika says:
    7 Agustus 2010 pukul 19:39

    @ someone
    Pertanyaan anda bagus. 🙂 Pertanyaan serupa bisa diajukan mengenai shalat: mengapa (menurut MUI dan hampir semua ulama lainnya) shalat hanya boleh dilakukan dengan bahasa Arab. Semoga para ulama itu dapat menyampaikan jawaban yang “masuk akal” bagi kita.

    Jawaban dan pertanyaan yang sangat kurang ajar dari @Mas Shodiq diatas maka sayah tanggapi sbb:
    Karena sampean (M. Shodiq) tidak bisa memahami perbedaan dan persamaan secara KONTEKTUAL dari ‘ARAB dan ARABBIYIN
    selanjutnya…

    حَنِيفًا says:
    8 Agustus 2010 pukul 08:34

    Ini sayah kutip ayat Al Qur’an 26:196
    أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَـنِ الرَّجِيمِ
    بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّ مُّبِينٍ
    Bi lisaanin ‘arabiyyim mubiin
    Mohon khotbahin sayah secara KONTEKTUAL frasa “BI” pada ayat tersebut diatas.
    Balas

    @Mas M. Konyol Mustika si jagoan ilmu kontektual :mrgreen: , silahken jawab disinih atau ditempat sampean atau diblog sayah juga boleh….

    Ditunggu lho !!

  8. eagle said

    @Haniifa

    M Shodiq Mustika said 16 minutes ago:

    @ haniifa
    Untuk berdiskusi dengan mas haniifa, cukuplah saya “bawa” mas agorsiloku. Saya tidak tahu apakah beliau fasih bahasa Arab, tetapi saya yakin bahwa sudut pandang beliau itu dekat dengan sudut pandang akhi. Itu sudah cukup. Jadi, silakan lanjutkan diskusinya dengan mas agor.

    Pola standar ganda sedang digulirkan oleh @M Shodiq, maksud dan tujuan @Haniifa vs @Agorsiloku sedangkan beliau sendiri ongkang-ongkang kaki. Bukankah seharusnya beliau juga turut serta dalam arena diskusi ?? :mrgreen:

    @
    😀 :mrgreen:
  9. apapun itu yang jelas ada kata Islam di AQ

    ……………….Islam
    ……………….Islam
    ……………….Islam

    Silahkan isi titik-titik nya dalam konteks petunjuk Hidup 🙂

    @Mas Wedul Sherenian
    🙂
  10. boni said

    Kayaknya sih orang2 seperti ( m shodiq ) itu hanya mengurangi niat dari orang2 yang ingin mendalami Islam…!!!..(itu pendapat sy).
    Jangan2 dia adalah salah satu agen…?…he..he..he..

    @Mas Boni
    Mudah-mudahan beliau tidak begituh yah !!…
  11. boni said

    boni says:
    7 Agustus 2010 pukul 13:35

    @ admin

    maaf…kalau saya boleh koment, kayaknya malah anda membuat pemahaman baru lagi nieh..!!! ..itu kalau menurut pandangan saya…! (maaf)
    Kalau boleh saya tahu menurut anda, muslim yang beriman kepada AL’QURAN,harusnya bagaimana…?…
    Balas

    —————————————————————-
    M Shodiq Mustika says:
    7 Agustus 2010 pukul 15:10

    @ boni
    Terima kasih atas komentar & pertanyaannya.
    Yang saya kemukakan itu bukanlah suatu pemahaman yang baru. Lihat Membaca terjemahan Al-Qur’an tidak berpahala?
    ———————————————————–

    boni says:
    8 Agustus 2010 pukul 01:15

    @ M Shodiq

    Kalu menurut saya itu pemahaman baru…kalau menurut anda tidak…ya itu hak anda …?!!!?..bagaimana kita akan mengerjakan yang di perintahkan AllaH…kalau kita tidak tahu apa arti dari ayat itu…?…untuk bisa mengerjakan maka selain tahu baca maka kita pun harus melihat(membaca) terjemahannya…????…agar apa yang di maksud dari ayat2 dalam ALQURAN bisa kita laksanakan,karena dengan membaca terjemahannya maka pasti kita akan lebih paham(ini bagi orang2 di luar bangsa arab).
    Jadi kalau menurut saudara bahwa membaca terjemahan Alquran tidak berpahala bagi saya itu kesalahan mas..??.. bagi saya termasuk berpahala apabila membaca terjemahan(Alquran), sebabnya seperti penjelasan saya di atas tadi.
    ———————————————

    M Shodiq Mustika says:
    8 Agustus 2010 pukul 09:22

    @ boni
    Yang mengatakan “membaca terjemahan Alquran tidak berpahala” adalah ust. Ahmad Sarwat. Kalau Anda menganggapnya salah, silakan mendakwahi beliau.
    Yang saya katakan adalah bahwa pahala membaca terjemah Al-Qur’an tidaklah sama dengan pahala membaca Al-Qur’an. Untuk penjelasan lebih lanjut, silakan simak http://muhshodiq.wordpress.com/2010/08/08/amal-manakah-yang-lebih-utama-membaca-al-quran-ataukah-membaca-terjemahan-al-quran/
    ————————————————————

    Coba lihat caranya berargument” dia malah menyuruh saya mendakwai Ustadz Ahmad Sarwat”
    gila masak saya di suruh mendakwai seorang ustad..he..he..he..

    • @Mas Boni
      😀 hehehe…
      Coba perhatiken orang yang kebanyakan membaca tasawuf dan filsafat tapi sedikit membaca terjemaahan Al Qur’an dan Hadits.

      M Shodiq Mustika said 4 hours ago:

      @ agorsiloku
      Terima kasih atas usaha mas agor (baik dengan sengaja maupun tidak sengaja) dalam mencegah atau pun meredam “peperangan” antara akhi haniifa dan sejumlah umat Nabi Muhammad lainnya. Semoga kebaikan mas ini dibalas oleh Sang Mahatahu dengan yang lebih baik. Aamiin.
      M Shodiq Mustika said 4 hours ago:

      @ agorsiloku
      Terima kasih atas usaha mas agor (yang disengaja atau pun tidak disengaja) dalam mencegah atau pun meredam “pertikaian” diantara kaum muslimin.

      Kalau beliau mengaku kaum muslimin seharusnya:
      Menurut Hadits (Nabi Muhammad) tulislah Nabi Muhammad s.a.w
      (jangan jangan beliau lupa kontekstual Khataman Nabiyin )

      Menurut Al Qur’an (Sang Mahatahu) tulislah Allah
      (jangan-jangan beliau kontekkan antara Sang Mahatahu setara dengan Sang Mahasiswa… duh 😦 )

      • boni said

        he..he..he..
        Makanya sudah benar yang di katakan mas adi isa ” mungkin ybs nggak paham benar soal ilmu agama, atau kelebihan? ” 😀

      • @Mas Boni
        😀 hehehe…
        Sekarang Mister Prof. M Duleh Sodiksiniannian, ngeles lagih.

        حَنِيفًا berkata
        Agustus 8, 2010 pada 5:19 pm

        @Mas M Shodiq Mustika
        Kalau menurut sampean sudut pandang kami dekat, lha ngapain lagi didiskusiken… 😀

        M Shodiq Mustika berkata
        Agustus 8, 2010 pada 6:58 pm

        @ haniifa
        Sebab, pandangan kalian berbeda.
        Sudut pandang (perspektif/paradigma) itu bukanlah pandangan (pendapat). Lihat http://id.wikipedia.org/wiki/Paradigma
        Perspektif/paradigma kalian itu dekat antara lain karena karena sama-sama mendalami ilmu eksakta klasik.
        Kalau diibaratkan dalam fisika,
        mas haniifa memandang dengan paradigma Newtonian saja;
        mas agor sering memandang dengan paradigma Newtonian, tetapi terkadang menggunakan paradigma Einsteinian;
        saya sering memandang dengan paradigma Einsteinian, tetapi terkadang menggunakan paradigma Newtonian.

        حَنِيفًا berkata
        Agustus 8, 2010 pada 7:14 pm

        @Mas M Shodiq Mustika
        Oke, kalau bijituh… bijimana pendapat paradigma Eisteinnian soal ini:

        أَعُوْذُ بِاللَّهِ مِنَ الشَّيْطَـنِ الرَّجِيمِ
        بِلِسَانٍ عَرَبِىٍّ مُّبِينٍ
        Bi lisaanin ‘arabiyyim mubiin (QS 26:195)

        Di tunggu lho Prof. !!

        M Shodiq Mustika berkata
        Agustus 8, 2010 pada 7:53 pm

        @haniifa
        Hehe.. lha wong pertanyaannya saja menggunakan paradigma Newtonian, bagaimana mengharapkan jawaban yang Einsteinian?

        Newtonian tidak memperhitungkan variabel waktu, Einsteinian memperhitungkan variabel waktu.
        Kalau pertanyaan yang Einsteinian, pertanyaannya adalah seperti:
        – Amal manakah yang lebih utama bagi si A saat ini?
        – Amal manakah yang lebih utama bagi si A pada sepuluh tahun mendatang (misalnya setelah mendalami bahasa Arab)?
        – ……
        Sedangkan pertanyaan yang Newtonian adalah seperti ini:
        – Amal manakah yang paling utama?

        حَنِيفًا berkata
        Agustus 8, 2010 pada 8:23 pm

        @Prof. M Duleh Sodiqsiniannian 😀 :mrgreen:

        Amal manakah yang lebih utama membaca atau mendengarkan Al Qur’an bagi si A saat ini dan 10 tahun mendatang. ?!

        @Mas Boni
        Sayah jadi teringat seorang teman, dia adalah temannya teman sayah… beliau bernama Duleh.

        D: Sampean tahu kalau Manusia itu Duleh.
        H: Lho apa tidak terbalik, seharusnya Duleh itu Manusia
        D: Iya sayah tahu, makanya Manusia itu Duleh.
        H: Wahh… Manusia itu banyak lho, setidaknya ada jenis Pria dan Wanita.
        D: Sayah jenis Pria, makanya Manusia itu Duleh.
        H: Waduh.. bijimana nehhh ???!
        D: Kamu Manusia tersesat.
        H: hihihi…

        😀 hihihi… dasar Duleh.

      • boni said

        ha..ha..ha..ha..
        kayaknya dia ini hampir mirip dengan bapake jell(um..crist..)dan wawansyialan … banyak sekali ngelesnya…!!!…ha..ha..ha…jangan2 mereka dari umat yang sama…yg tujuan cuman satu menjatuhkan diin Islam

      • @Mas Boni
        😀 hehehe…
        Bau aromanya sehhh cukup menyengat.

  12. boni said

    eh maaf buat yang saya bicarakan itu cuma asumsi sy…sekali lagi maaf

    • @Mas Boni
      Coba kita tunggu jawaban beliau dari my dashboard, persekutuan para “Dulehnian” ini:

      Yari N K said 8 hours ago:

      Saya setuju kalau dikatakan bahwa membaca al-Qur’an dalam bahasa atau lafadz Arab lebih berpahala daripada terjemahan ataupun tafsirannya, dengan catatan tentu ia mengerti apa yang dibacanya.

      Saya juga setuju bahwa dalam Bahasa Arab banyak kata-kata yang tidak ada padanan katanya dalam Bahasa Indonesia, namun begitu bukan berarti Bahasa Arab lebih unggul daripada Bahasa Indonesia ataupun bahasa2 lainnya karena dalam banyak hal Bahasa Indonesiapun mempunyai banyak kata-kata yang tidak ada padanannya dalam Bahasa Arab. Apalagi kata-kata dalam Bahasa Inggris, banyak yang tidak ada padanannya dalam Bahasa Arab.

      Nah, walaupun begitu biarpun suatu kata mungkin tidak ada padanannya dalam bahasa lainnya, namun untuk menjadikan sebuah kata tersebut valid, kata tersebut harus mempunyai definisi, kalau tidak maka kata tersebut adalah kata yang tidak sah. Dan definisi inilah yang bisa diartikan secara universal ke dalam bahasa-bahasa lain secara baik. Lagipula jikalau ada sebuah kata dalam Bahasa Arab yang tidak bisa didefinisikan, misalnya, maka kata tersebut tetaplah merupakan kata tafsiran yang tidak ada bedanya dengan tafsiran menggunakan bahasa2 lainnya…. 😉

      ### Komentar @Haniifa: Mister Yari N.K diawal kalimat beliau mulai bimbang definisi Bahasa Arab dengan bahasa Al Qur’an, selanjutnya beliau benar-benar lupa bahwa sesungguhnya bahasa Arab itu bagian dari bahasa Al Qur’an (arrabiyum mubiin) ##

      M Shodiq Mustika said 6 hours ago:

      @ Yari NK
      Subhaanallaah… Bagus sekali masukannya. Terima kasih.
      Saya cuma mau tanya satu saja. Mas Yari bilang, “Lagipula jikalau ada sebuah kata dalam Bahasa Arab yang tidak bisa didefinisikan, misalnya, maka kata tersebut tetaplah merupakan kata tafsiran yang tidak ada bedanya dengan tafsiran menggunakan bahasa2 lainnya.” Bagaimana dengan istilah diin dan agama? Lihat http://muhshodiq.wordpress.com/2010/08/03/sebagai-pengganti-islam-tiga-nama-sedang-kupertimbangkan/

      ### Komentar @Haniifa: Mereka berdua mulai mengasumsikan bahwa Al Qur’an itu bahasa Arab, yang seharusnya BAHASA ARAB SEKARANG adalah bagian dari BAHASA AL QUR’AN (Arrabiyum mubiin) ###

      Yari N K said 36 minutes ago:

      Nah… mengenai kata diin (دين )tentu kita harus mengetahui secara tepat definisinya. Dari artikel yang ada buat, anda sudah menjabarkan arti kata diin secara komprehensif. Menurut saya, definisi tersebut cukup tepat dan saya juga tidak heran karena mungkin saja kata diin tersebut (kata tersebut mungkin sudah ada jauh sebelum agama Islam ada) telah mengalami perluasan sehingga menjadi kata dengan definisi yang ada pada artikel anda tersebut, atau bisa saja sebuah kata berkembang karena sebuah penafsiran yang berbeda dari seseorang atau sekelompok orang yang kemudian menjadi populer. Hal tersebut juga bisa saja terjadi dengan kata “agama” yang ada pada bahasa kita ataupun kata-kata lainnya.

      Namun begitu, saya tidak mempersoalkan apakah definisi diin pada artikel anda tersebut benar atau salah. Yang saya ingin katakan di sini adalah andaikan kata “diin” tersebut telah dapat kita definisikan dengan baik (seperti definisi yang anda tuliskan di artikel anda), maka tidak menjadi persoalan serius apakah kita mengertinya dari bahasa Arabnya langsung ataupun melalui terjemahannya (sekali lagi: asal definisinya tepat!), kalau perlu kita serap aja kata “diin” menjadi Bahasa Indonesia (misalnya) biar kita tidak keliru menafsirkannya dengan kata “agama”, seperti Bahasa Arab yang menyerap kata “هيدروجين” untuk hidrogen karena dalam Bahasa Arab nggak ada padanan katanya untuk hidrogen (ini hanya contoh saja, dan sebagai catatan Bahasa Indonesiapun juga menyerap kata hidrogen ini dari bahasa asing). 🙂

      ### Komentar @Haniifa: Perhatikan yang sayah bold, hehehe… beliau secara tidak langsung menganggap Al Qur’an tidak lengkap karena tidak ada istilah modern seperti “hidrogen”, dan berkesimpulan bahwa terjemaahan AD-DIIN sebagai AGAMA dianggap keliru ###

      Kita tunggu tanggapan mister @Prof. M. Dulehnian S. Mustikawati… 😀 😆

  13. boni said

    jangan lupa mas…posting aja di sini tanggapannya.

    @Mas Boni
    Insya Allah, @mas..

    Teriring salam hangat selalu dan selamat menjalankan ibadah puasa besok.

    • boni said

      @haniifa

      sama2 mas..mudah2han ramadhan thn ini..lebih meningkatkan Iman kita dari sebelum-sebelumnya.

    • @Mas Boni
      Ternyata beliau masih plin-plan… hehehe

      M Shodiq Mustika said 36 minutes ago:

      @ Yari N K
      Ya, saya mengerti dan sepakat dengan pandangan mas Yari. Dengan demikian, kita bisa menjalankan dua alternatif sekaligus:
      1) tetap menerjemahkan kata “diin” sebagai “agama”, asalkan ditegaskan bahwa makna “agama” itu lebih dari sekadar “hubungan manusia dengan Tuhannya” (sebagaimana yang dipahami oleh orang2 sekarang pada umumnya), melainkan “hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan manusia lain, dan dengan makhluk lainnya, melalui kekuasaan, ketundukan, aturan, dan pembalasan yang adil”
      2) menyerap kata “diin” ke dalam bahasa Indonesia (tanpa diterjemahkan) supaya lebih mudah dipahami bahwa makna “diin” itu lebih dari sekadar “agama” (sebagaimana yang dipahami oleh orang2 sekarang pada umumnya). 🙂 🙂

      ## Komentar Haniifa: Menyerap kata “diin” begitu saja/ tanpa diterjemaahkan sama dengan melecehkan bahasa Nasionalnya sendiri… hehehe ##

  14. Selamat menjalankan ibadah puasa!
    Maaf lahir dan batin!

    Salam Damai!

    • @Mas Maren Kitatau
      Terimakasih @Mas, dan sebaliknya sayah juga mohon maaf lahir dan bathin jika ada salah kata/tulisan baik disengaja maupun tidak disengaja.

      Salam hangat selalu, Haniifa.

      • adi isa said

        selamat menjalankan ibadah puasa kang hanif.

        feriadi isander benhur sekeluarga
        ====================================
        celebes island, the paradise land

      • Alhamdullilah
        Akhirnya sahabatku datang jua… Selamat berpuasa kembali my bro dan salam hangat selalu buat keluarga di Sulawesi, Haniifa & Kel.

  15. boni said

    untuk semua sahabat Muslim “selamat menunaikan Ibadah Puasa di Bulan Ramadhan ini ”

    @Mas Boni
    Hatur tengkiu…
  16. Fitri said

    Selamat menjalankan ibadah puasa dan menyambut bulan Ramadhan.

    Mohon maaf lahir & bathin atas segala kesalahan.

    @Neng Firtri
    Sama-sama, sayah juga mohon maaf lahir dan bathin
  17. Roy Rey said

    @all
    Ada yg bisa bantuin gak?
    Batalkah puasa gw, klo gw menangis ketika membaca Al Qur’an….
    Thanks….

    • @Mas Roy Rey
      Essensinya adalah soal menahan nafsu (kesedihan) ?!
      Insya Allah, tidak batal menurut sayah… bahkan bulan puasa kemarin sayah gocang-gancing habis si @Oom Wawansyah cs. alasanya:

      Mereka bertanya kepadamu tentang berperang pada bulan Haram. Katakanlah: “Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar; tetapi menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada Allah, (menghalangi masuk) Masjidilharam dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya) di sisi Allah. Dan berbuat fitnah lebih besar (dosanya) daripada membunuh. Mereka tidak henti-hentinya memerangi kamu sampai mereka (dapat) mengembalikan kamu dari agamamu (kepada kekafiran), seandainya mereka sanggup. Barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya, lalu dia mati dalam kekafiran, maka mereka itulah yang sia-sia amalannya di dunia dan di akhirat, dan mereka itulah penghuni neraka, mereka kekal di dalamnya. (QS 2:217)

      Jadi kalau ada hadits yang menyatakan bahwa menangis dibulan puasa batal.. perlu dipertaken kembali tuuh.

      • Roy Rey said

        @haniifa
        Senengnya hati gw….
        Maklum gw sering nangis klo baca Al Qur’an… (inget dosa dan gw lebih takut kalo Allah gak cinta/sayang ma gw…)

      • eagle said

        Subhanallah
        Sesungguhnya Allah itu Maha Penyayang dan Maha Pengasih.

  18. the70no said

    Dohh… daku baru mau sahur.
    Met puasa aja bagi umat islam dan met pagi buat umat yang beragama lain :mrgreen:

    @Mas The70Noi
    Hatur tengkieu, tapi buruan sahurnya dong… 😉
  19. akhirnyaaaah nongol lagie xi xi xi xi 😉

    @Kang Kopral Cepot
    😀 hihihi…
  20. arkasala said

    Alhamdulillah Kang ….
    Sementawis ngabandungan heula kang pembahasan yang dalam ini …
    Selamat menjalankan Ibadah Puasa, Mohon Maaf lahir dan batin.
    Salam hangat selalu 🙂

  21. @All
    Lanjutan diskusi kursi pilih agama selain ISLAM by M. Dulehnian Shodiq Mustika.

    pacaranislamikenapa said 1 day ago:

    Assalamu’alaykum..

    Lama tak bersua pak 🙂 .

    Biasanya kalo udah baca blog bapak kita yang satu ini, seringnya ga cukup satu judul.. dari judul yang satu ke judul yang dua dan sampailah akhirnya pada judul yang ini 🙂 . Sedikit komentar terkait ‘ide baru penyebutan istilah islam’ bapak diatas, bapak menjadikan alasan “Karena kecewa menyaksikan orang-orang muslim yang menurutku kurang islami, aku mempertanyakan..bla..bla..bla” inilah yang mendorong bapak “merenungi” kembali berbagai hal yang secara kuat dan meyakinkan sudah ditetapkan secara gamblang oleh Allah dan RasulNya. Dalam tataran diskusi dengan para ahlinya(para ulama tafsir, hadits, dsbnya) tentu hal2 seperti ini tidak perlu terlalu kita khawatirkan. Tetapi ketika ianya memasuki ruang publik, dimana ada berkumpulnya mereka yang kurang paham, tidak paham, dan bahkan yang membenci, maka hal ini menurut saya malah akan menjadi sia2(karena meragukan yang sudah jelas) dan bahkan memuat kecenderungan untuk disalahpahami, baik dari mereka yang kurang paham, terlebih-lebih bagi mereka yang dari sononya sudah benci.

    Bagi mereka yang benci, ya sudah..mo dibilang seperti apapun juga yo ndak ngaruh-ngaruh banget lah kasarnya 🙂 , cuma kasihan bagi mereka yang belum/kurang paham, alih2 memberikan pemahaman yang benar dan menguatkan aqidah, yang mereka dapatkan malah sebuah ‘pemahaman baru’ yang membingungkan. Padahal rujukan yang bapak sampaikan benar adanya -mengenai diin dari dakwatuna.com, dan mengenai skala prioritas dari Dr Yusuf Qardhawi- tapi kok penyimpulannya jadi seperti tulisan diatas? 🙂 .

    Berikut ini pertanyaan yang ga usah dijawab..mudah2an menjadi perenungan bersama :
    Pertama, Kenapa sih menyusahkan diri ‘menciptakan’ istilah baru yang justru malah dapat menjerumuskan kita kepada pemahaman yang salah(dan mengajak orang untuk juga memahaminya dengan salah) hanya karena kita kecewa dengan sebagian dari kita yang masih menurut kita kurang islami(bagaimana dngan kekecewaan orang lain kepada kita yang menurut mereka kita lah yang kurang islami-yang menurut saya tidak kalah prioritasnya untuk kita renungkan bersama-)?.
    Kedua, jika kita sepakat dan mampu mengukur batas kemampuan diri(kasarnya tidak punya/ sedikit sekali kemampuan untuk itu) dalam memahami ayat2 Al Quran dan Hadits, kenapa sih kita ga mau merujuk kepada ahlinya para ulama tafsir/ ulama hadits dalam menjawab keragu2an dalam hati kita ?- sedangkan untuk persoalan duniawi semacam matematika saja, kita sepakat untuk merujuk kepada ahli matematika – apalagi untuk persoalan yang terkait dengan nash2 ad diin(saya jadi takut pake istilah ‘agama’ takut diprotes :d)-.
    Ketiga, mengandai-andai bahwa istilah dinul Islam dapat diganti dengan istilah yang lain, laksana menggantikan istilah siang menjadi malam, istilah laki2 menjadi perempuan, dsbnya..kalaupun itu diperuntukkan secara personal, katakanlah ‘saya menggunakan istilah imtaq sebagai pengganti Islam hanya untuk konsumsi pribadi ketika saya berbicara dengan orang lain’ – ya kalau istilah yang kita sematkan dapat mewakili istilah yang kita ganti, kalau tidak dan justru salah bagaimana? karena kenyataannya istilah ‘baru’(yang sebenarnya istilah lama 😀 ) yang kita dapatkan itu malah mendistorsi makna sesungguhnya(makna istilah ‘lamanya’). Dll.

    Anyway..Alhamdulillah ada mas Argosilaku, yang mampu menenangkan ‘gejolak’ bapak(yang pernah juga menenangkan gejolak saya ketika berdiskusi dengan bapak 🙂 ) yang menurut saya agak “ekstrim ga jelas”(seringnya liberal banget … ini menurut saya lho..hehehe).

    Sedikit pesan dari Rasullullah SAW dan Umar Ra untuk kita semua, Rasulullah SAW bersabda “tidak akan lurus (benar) keimanan seseorang, sehingga hatinya lurus, dan tidak akan lurus hati seseorang sehingga lisannya lurus.” (HR Imam Ahmad) , dan Umar ra. Berkata, “Barang siapa yang banyak bicara, tentu banyak salahnya. Barangsiapa yang banyak salahnya tentu banyak dosanya. Dan barangsiapa yang banyak dosanya, maka neraka lebih pantas baginya.” Kira2 pesannya, banyak bicara itu..kalau bicaranya baik..jadi banyak pahalanya, tapi kalau bicaranya banyak yang buruk, ngebingungin orang, ngeragu2in orang, dsbnya bakalan banyak bikin salah, nah alamat bikin salah pastinya ……, na’udzubillah 🙂 . Jadi enakan banyak bicara opo diem? hehehe.

    Semoga Allah SWT mengampuni apa yang pernah terucap/tertulis dan menganugrahi kita pemahaman yang lurus dalam agama Islam ini, selamat berpuasa.
    wassalamu’alaykum..

    M Shodiq Mustika said 1 day ago:

    @ nur_sandhi pacaranislamikenapa
    wa’alaykumussalaam…
    dan Allah sajalah yang Mahatahu

    #Haniifa say:#
    Dan sampeanlah yang paling tidak tahu agama Islam menurut hablum mina nash 😀

    Fatah Yasin said 9 hours ago:

    Assalaamu`alaikum Wr. Wb.,
    untuk semuanya, perlu diketahui, inti daripada Islam adalah KETAATAN dan KEIKHLASAN. Kalaupun skrg citra Islam jadi buruk, jgn mengurangi ketaatna dan keikhlasan kita dlm beribadah. Seburuk apapun, jgn sampai citra itu mempengaruhi kita, yg penting kita tidak berbuat jahat. Sbg contoh, kalo citra negara kita sudah jelek krn banyaknya korupsi, perlukah kita mengganti nama negara? Kalo memang dianggap tidak perlu, kenapa pula harus ada wacana spt ini? Hal2 semacam ini bisa membingungkan orang awam. jadi, utk saudaraku Shodiq, buatlah artikel yg bagus, dan bisa merangsang orang lain utk menggiatkan ibadah, bkn artikel yg bikin bingung. Kalo memang tdk bisa, lebih baik diam. Sekali lagi, Islam ini adalah utk dilaksanakan, demi kebahagiaan dunia dan akhirat, dan bkn utk diperdebatkan. Iman adlah akar, dan Islam adalah keseluruhan bentuk ibadah, baik secara vertikal (ritual) maupun horizontal (sosial). Sebuah pertanyaan yg patut direnungkan semuanya, KALO NAMA KITA TERCEMAR KRN CITRA BURUK, HARUSKAH KITA MENGGANTI NAMA? APAKAH KITA TIDAK BERANI MENGHADAPI FITNAH DGN CARA BERGANTI NAMA? KALAU KITA SUDAH BERGANTI NAMA DAN SUDAH AMAN, APAKAH KITA YAKIN KELUARGA KITA JUGA AKAN AMAN? KALAU KITA SERING BERGANTI NAMA, APA BEDANYA KITA DENGAN TERORIS? Ma`asyiral Muslimin, inilah akibatnya kalo dakwah ditinggalkan, kalo syariat tidak ditegakkan, dan kalo agama hanya sekedar nama.
    Sempurnakan syahadat, laksanakan sholat berjama`ah, lakukan puasa Ramadhan, bayar zakat sesuai ketentuan, dan laksanakan ibadah haji kalau sudah mampu. Itulah pekerjaan kita sbg mukmin dan muslim. Jgn terpengaruh citra buruk, fitnah, atau tingkah laku org yg mengaku muslim. Justru utk itulah kita berdakwah, AMAR MA`RUF NAHI MUNGKAR.

    Wassalaam……

    Kita tunggu cara ngeles @Oom Duleh Shodiq… hehehe

  22. Roy Rey said

    @haniifa
    Hihihihihihi…
    Gw makin binun ama Narudiq.. eh M shodiq
    Pertanyaan gw aja ga dijawab ma tuh orang..
    Lempar sana…. lempar sini…. lempar lagi…. akhirnya…diem..

    • @Mas Roy Rey
      Bijituhlah sifat-sifat si ahlul filsepat :mrgreen:

      • Roy Rey said

        HAHAHHAHAHA…. kheknya tujuan utamanya bukan rating bos… coba perhatiken sisi kanan rada atas dikit….

        Klo gw perhatiin sebagian besar postingannya hasil copas dari blog/situs laen. ihihihihi… inilah orang yang maen copyposting sebanyak-banyaknya tanpa dipelajari dulu, wajar aja dia kaga ngerti apa yg dia postingin

        Dia jualan buku…..(ada tulisan best seller)

        Btw, gw doain deh M Shodiq moga2 bukuna laris….
        Good Luck coy

        @
        😀 :mrgreen:
  23. @All
    Lanjutan Agama Dulehnian by M. Shodiq Mustika…

    Abu Razziq (BangZero) said 4 days ago:

    postingannya ga mutu… ;-p

    mengajak berlogika-qur’an, tapi malah berlogika-syaithan… ;-p

    …Diin… mo bilang apa, tetap ajah artinya Agama…

    ga percaya…buka ajah translate google…mo dibolak-balik, tetep ajah “diin” = “Religion” = “Agama”

    M Shodiq Mustika said 34 minutes ago:

    @ Abu Razziq
    Yang saya katakan adalah Menurut Al-Qur’an, bukan menurut Google!
    Ataukah Anda meminta kita untuk belajar bahasa Arab (Al-Qur’an) kepada Google?

    Tanggapan sayah:
    bahasa Arab (Al-Qur’an)
    😀 hua.ha.ha…
    Jangan-jangan Koran atau Majalah yang berbahasa Arab beliau sebut juga AL QUR’AN…

Leave a reply to حَنِيفًا Cancel reply